Ruang Intelektual
  • Login
  • Daftar
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video
Ruang Intelektual
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Oleh Dwi Amrah
26 September 2024
in Tulisan Umum
Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Source: https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20240823092540-569-1136532/30-ucapan-maulid-nabi-2024-yang-menyentuh-dan-sarat-pesan-kebaikan

Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WA

Rabi’ Al-Anwâr telah tiba, bulan kelahiran Al-Insân Al-Kâmil satu-satunya manusia yang mencapai taraf kesempurnaan, tak ada yang menyamai keagungannya, tak ada juga yang mampu menandingi kemuliaannya. Imam Bushiri dalam syairnya pun menggubah:

منزه عن شريك في محاسنه # فجوهر الحسن فيه غير منقسم

“Dia sang Nabi yang suci dari persamaan dalam segala kebaikan. Inti kebaikan pada dirinya tak mungkin dapat terbagi”.

فإن فضل رسول الله ليس له # حد فيعرب عنه ناطق بفم

“Karena keutamaan Rasulullah tiada tepi batasnya, yang mampu diucapkan oleh lisan seorangpun.”

Tak ada yang serupa dengannya, keistimewaan Nabi yang satu ini tak dapat diragukan lagi, maka lahirlah istilah:

أصل سيدنا النبي مالوش زي

“Tak ada yang serupa dengan Nabi Muhammad.”

BacaJuga

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj

Tak ada masalah dengan istilah tersebut sampai kemudian beberapa muthasawwifin (orang yang mengaku bertasawuf) menafsirkan ayat:

… لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

“…tidak ada sesuatupun yang serupa dengan dia, dan dialah yang mendengar dan melihat.” (Al-Syura : 11)

Dengan dalih kaidah: Perbandingan meniscayakan tajanus (memiliki genus yang sama). Maka berdasarkan kaidah ini dhamir/kata ganti pada كمثله tidak kembali kepada lafz al-jalalah, melainkan kembali kepada Nabi Muhammad Saw.

Beberapa dalil yang mereka sodorkan firman Allah Swt.

 إِنَّا خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن نُّطۡفَةٍ أَمۡشَاجٖ نَّبۡتَلِيهِ فَجَعَلۡنَٰهُ سَمِيعَۢا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (Al-Insan: 2).

Berdasarkan istidlâl mereka, ayat ini diperuntukkan kepada Nabi Muhammad Saw. Di mana pada dhamir pada جعلناه merujuk kepada Nabi, dan kemudian Allah menyifati Nabi yang Ia utus ini sebagai sami’ dan bashri.

Maka jika ayat di Al-Syura: 11 ditafsirkan dengan Al Insan: 2–sebagai al-tafsîr al-ayat bi al-ayat sesuai dengan istilah mereka–bisa ditarik kesimpulan:

ليس كمثل النبي شيء وهو السميع البصير

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Nabi Muhammad, dan dialah yang mendengar dan melihat.”

Namun hal yang aneh, seolah tafsiran ini adalah sesuatu yang baru, melawan adat kebiasaan dan pakem Ahlusunah wal Jamaah dari kalangan Asy’airah dan Maturidiyyah. Mau tak mau ayat Al-Syura: 11 adalah rujukan utama saat mereka berhadapan dengan ayat mutasyabihat.

Gramatikal

Jika diuraikan, ليس adalah fi’il madhi nâqish, berfungsi sebagai negasi. Huruf kaf pada كمثله zâidah alias tambahan dari segi i’rab, akan tetapi dari segi makna dia berfungsi sebagai penegas (taukîd). Kata ganti (dhamîr) pada كمثله merujuk ententitas yang menjadi tema pembicaraan. Adapun شيء secara literal berarti sesuatu, dan dimaknai dengan lebih detail–setelah melalui proses takhsis bi al-aql‒sebagai: Sesuatu yang ada di realitas berupa subtansi dan aksiden.

Meminjam pembahasan ahli ushul fiqh, nakirah dalam konteks negasi menunjukkan al-umȗm menggeneralisasi semua شيء tanpa terkecuali hingga kita berkesimpulan seakan Allah menerangkan:

كل شيء ليس مثلَه

“Segala sesuatu yang ada di realitas berupa subtansi dan aksiden tidak serupa dengannya.”

Tanpa mengingkari keagungan Rasulullah Saw. dan tetap mengindahkan kemuliaannya, realitanya, Rasulullah Saw. memiliki kesamaan dengan makhluk lainnya. Selain kesamaan dari segi ke-makhluk-annya, Rasulullah juga korpus (jism) sama dengan korpus lainnya, memiliki aksiden dan sederet kesamaan lainnya.

Adapun lafaz السميع البصير pada Al-Syura: 11 berbeda dengan سميعا بصيرا pada Al-Insan: 2. Dua sifat pada Al Insan: 2 dikategorikan sebagai haqîqah lughawiyyah, lantaran pada dasarnya orang Arab menggunakan dua sifat ini sebagai fungsi atau indra dari dua anggota tubuh hewani.

Sudah menjadi kebiasaan bahasa Arab pada awal wadh (baca: penentuan lafaz untuk menunjukkan makna) bersifat indrawi, materialis, dan cenderung dekat dengan alam. Lalu, berkembanglah bahasa Arab sebagaimana mestinya bahasa pada umumnya, ditandai dengan banyaknya kosakata yang awalnya ditujukan untuk makna yang indrawi menjadi makna yang cenderung tak dapat jangkau kecuali dengan akal dan perasaan.

Kemudian, Islam datang mengenalkan Allah beserta sifat-sifat-Nya yang wajib diketahui oleh setiap Muslim, di antaranya adalah al-sam’u dan al-bashr.

Sekalipun dua sifat ini memiliki kesamaan secara lafaz dengan sifat hewani yang juga dimiliki manusia, ini tak berarti Allah serupa dengan hamba-Nya atau yang lebih parah ayat ini diinterpretasikan sebagai manifestasi kesempurnaan Nabi Muhammad Saw.

Dua kata al-sam’u dan al-bashr dijadikan perwakilan karena hanya kata ini yang bisa menggambarkan sifat-Nya dengan bentuk majâz lughawi.

Lebih ringkasnya, hanya karena terdapat kesesuaian urutan sifat al-sam’u dan al-bashr pada Al-Syura: 11  dan Al Insan: 2 tidak lantas dua ayat ini berhubungan, karena sejatinya dua redaksi ini dipisakan tembok haqîqah dan majâz.

Konteks

Asumsikanlah potongan ayat:

… لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

“…tidak ada sesuatupun yang serupa dengan dia, dan dialah yang mendengar dan melihat.” (Al-Syura: 11).

Khusus diperuntukkan kepada Rasulullah! Setelah itu perhatikanlah konteks dari awal ayat!

  • فَاطِرُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ

Subjek فطر beserta segala turunannya di seluruh ayat adalah Allah, sebut saja:

قُلِ ٱللَّهُمَّ فَاطِرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ عَٰلِمَ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ أَنتَ تَحۡكُمُ بَيۡنَ عِبَادِكَ فِي مَا كَانُواْ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ

“Katakanlah: “Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka memperselisihkannya.” (Al-Zumar: 46).

  • جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَٰمِ أَزۡوَٰجٗا

Begitu juga جعل yang semua subjeknya hanyalah Allah, contoh:

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (Al-Nahl: 72).

  • يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ

Bahkan ذرأ secara jelas berarti menciptakan, salah satunya:

وَهُوَ ٱلَّذِي ذَرَأَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَإِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ

“Dan Dialah yang menciptakan serta mengembang biakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nya-lah kamu akan dihimpunkan.” (Al-Mu’minun: 79)

Dan seluruh Al-Syura: 12 merupakan pujian kepada Sang Khalik:

  • لَهُۥ مَقَالِيدُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ إِنَّهُۥ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ

“Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Syura: 12).

Jika konsisten dengan asumsi bahwa ليس كمثله شيء diperuntukkan kepada Nabi Muhammad Saw., maka konsekuensinya:

 فَاطِرُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ هو الله

Pencipta langit dan bumi: Allah Swt.”

 جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَٰمِ أَزۡوَٰجٗا هو الله

“Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula): Allah Swt”

يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ هو الله

“Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu: Allah Swt.”

(لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ هو سيدنا محمد ﷺ (؟

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat: Sayyiduna Muhammad Saw.?”

لَهُۥ مَقَالِيدُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ هو الله

“Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi: Allah Swt.”

يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ هو الله

“Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya): Allah Swt.”

إِنَّهُۥ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ هو الله

“Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu: Allah Swt.”

Interpretasi baru ini justru merusak makna, lantaran tidak sesuai dengan sibaq, lihaq dan siyaq/konteks ayat. Apatah mungkin Al-Qur’an inkonsisten dalam membahas suatu konteks?

Antara Al-Isyâri dan Al-Bâthini

Selain “menyenggol” ranah akidah, interpretasi baru ini juga sangat erat kaitannya dengan ranah Al-Tafsîr Al-Isyâri dan Al-Tafsîr Al-Bâthini. Sebut saja pernyataan masyhur Imam An-Nasafi dalam kitab akidahnya:

النصوص على ظواهرها والعدول عنها إلى معانٍ يدعيها أهل الباطن إلحاد بكفر

“Nas-nas (harus) dimaknai sesuai zahir-nya (selama tidak bertentangan dengan dalil qath’iy), dan memaknainya dengan makna yang diklaim oleh Ahl Al-Bathin adalah ilhad (jauh dari Islam, erat kaitannya) dengan kekufuran.”

Ahl Al-Bathin sendiri adalah kelompok yang menolak makna zahir, dan menganggap nas-nas memiliki makna bathin yang hanya diketahui oleh empunya nas-nas tersebut.

Alhasil, jika tidak menolak makna zahir bahkan mengafirmasi keduanya, ia tidak disebut sebagai al-tafsîr al-bâthini, melainkan at-tafsîr al-isyâri. Maka syarat paling krusial dalam al-tafsîr al-isyâri: Tidak bertentangan dengan makna zahir.

Asumsikanlah kedua tafsiran tersebut sebagaimana berikut:

الظاهر ( … لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ … ) = ليس كمثل الله تعالى شيء

“Makna zahir: Tidak ada yang serupa dengan-Nya = Tidak ada yang serupa dengan Allah.”

الخفي ( … لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ … ) = ليس كمثل سيدنا محمد شيء

“Makna khafi: Tidak ada yang serupa dengannya = Tidak ada yang serupa dengan Sayyiduna Muhammad.”

Kemudian kita menguji kedua preposisi ini dengan definisi ‘bertentangan dengan makna zahir’ sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al-Razi dalam kitabnya Al-Mahshȗl:

مخالفة ‌الظاهر هي: ‌إثبات ما ينفيه اللفظ أو نفي ما يثبته اللفظ

“Bertentangan dengan makna zahir itu: Menetapkan makna yang dinafikan oleh lafaz atau menafikan makna yang ditetapkan oleh lafaz.”

Mengacu pada lafaz, Sayyiduna Muhammad termasuk dalam kata شيء, sebab–sebagaimana yang telah disebutkan– شيء adalah: Sesuatu yang ada di realitas berupa subtansi dan aksiden. Alhasil menetapkan dhamîr/kata ganti pada lafaz كمثله merujuk kepada Nabi Muhammad Saw. adalah “menetapkan makna yang dinafikan oleh lafaz”, dan hal tersebut satu bentuk pertentangan dengan zahir.

Sekiranya juga lafaz شيء tidak mencakup Nabi Muhammad Saw.,‒karena telah melalui proses takhsis bi al-aql‒realita membuktikan sebaliknya. Mau tak mau kita harus mengakui bahwa Nabi Muhammad Saw. juga merupakan manusia, makhluk, dan memiliki banyak kesamaan dengan lainnya.

Variasi lain dari “menetapkan makna yang dinafikan oleh lafaz”: Jika tidak ada yang serupa dengan Allah Swt. secara mutlak, begitupun tidak ada yang serupa dengan Nabi Muhammad Saw. secara mutlak, itu juga berarti Allah punya serupa, sebab Allah dan Rasul-Nya sama-sama tidak ada yang serupa dengan mereka mutlak.

Segala kemungkinan-kemungkinan yang penulis uraikan bermuara pada satu titik: Penafsiran Asy-Syura: 11 merujuk kepada Nabi Muhammad Saw. adalah at-tafsir al-bathini.

Konsensus

Allah Swt. berfirman:

وَهُوَ ٱلَّذِي يَبۡدَؤُاْ ٱلۡخَلۡقَ ثُمَّ يُعِيدُهُۥ وَهُوَ أَهۡوَنُ عَلَيۡهِۚ وَلَهُ ٱلۡمَثَلُ ٱلۡأَعۡلَىٰ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ٢٧ [سورة الروم,٢٧

“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya-lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS Ar-Rum : 27]

Imam Al-Thabari menyebutkan dalam kitab tafsirnya Jâmi’ Al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’an:

حدثني عليّ، قال: ثنا أبو صالح، قال: ثني معاوية، عن عليّ، عن ابن ‌عباس قوله: (‌وَلَهُ ‌المَثَلُ الأعْلَى فِي السَّمَوَاتِ) يقول: ‌ليس ‌كمثله ‌شيء

“Dari Ali (bin Ibrahim), dari Abu Shalih (Abdullah bin Shalih), dari Mu’awiyah (bin Abu Shalih), dari Ali (bin Abu Thalhah) dari Ibnu Abbas (Radhiyallahu ‘Anhuma), ia berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Taala: Dan bagi-Nya-lah sifat yang Maha Tinggi di langit. Adalah ليس كمثله شيء (tiada yang serupa dengan-Nya).”

Di samping itu, Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Al-Asmâ’ wa Al-Shifât menyebutkan sanad:

‌أَخْبَرَنَا ‌أَبُو ‌زَكَرِيَّا بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ، أنا أَبُو الْحَسَنِ ‌الطَّرَائِفِيُّ، نا عُثْمَانُ بْنُ ‌سَعِيدٍ، نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فِي قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: {وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى} [النحل: 60] قَالَ: يَقُولُ: ‌لَيْسَ ‌كَمِثْلِهِ ‌شَيْءٌ

“Dari Abu Zakariyyah bin Abu Ishaq, dari Abu Al-Hasan Al-Tharaifi, dari ‘Utsman bin Said, dari (Abu Shalih) Abdullah bin Abu Shalih, dari Mu’awiyah bin (Abu) Shalih, dari Ali bin Abu Thalhah, dari Ibnu Abbas Ra., ia berkata: Firman Allah Swt: Dan bagi-Nya-lah sifat yang Maha Tinggi di langit. Adalah ليس كمثله شيء (tiada yang serupa dengan-Nya).”

Sekalipun riwayat dari Sayyiduna Qatadah berkata lain, namun hal yang bisa kita pastikan perbedaan tafsiran tersebut hanya mempermasalahkan sifat Allah manakah yang merupakan sifat tertinggi-Nya, dan tak ada pengingkaran sama sekali ليس كمثله شيء sebagai sifat Allah Dzat Yang Maha Agung.

Imam Muhammad Thahir bin ‘Asyur berkata dalam kitab Al-Tahrîr wa Al-Tanwîr:

وَبِذَلِكَ كَانَتْ هَذِهِ الْآيَةُ أَصْلًا فِي تَنْزِيهِ اللَّهِ تَعَالَى عَنِ الْجَوَارِحِ وَالْحَوَاسِّ وَالْأَعْضَاءِ … إِذْ ‌لَا ‌خِلَافَ فِي إِعْمَالِ قَوْلِهِ: ‌لَيْسَ ‌كَمِثْلِهِ ‌شَيْءٌ وَأَنَّهُ لَا شَبِيهَ لَهُ وَلَا نَظِيرَ لَهُ

“Maka dari itu, ayat ini (ليس كمثله شيء) adalah dalil untuk menyucikan Allah Ta’ala dari anggota tubuh, indra, dan bagian-bagian … karena tidak ada perbedaan (di antara para ulama) pengamalan firman-Nya: ليس كمثله شيء, dan tidak ada yang serupa dan setara dengan-Nya.”

Imam Ibnu ‘Asyur mengkonfirmasi konsensus (ijma’) ulama dengan menggunakan lafaz لا خلاف.

Imam Zain Ad-Din Muhammad Abd Ar-Rauf Al-Manawi dalam kitab Faidh Al-Qadîr menukil kalam dari Imam Al-Dzahabi:

قال الذهبي: … وما زال الاختلاف بين الأئمة واقعا في الفروع وبعض الأصول ‌مع ‌اتفاق ‌الكلّ على تعظيم الباري جلّ جلاله، وأنه ‌ليس ‌كمثله ‌شيء

“Al-Dzahabi berkata: … perbedaan ulama memang terjadi pada masalah furu’ dan beberapa masalah usul, di samping itu mereka semua bersepakat untuk mengagungkan Allah, dan sesungguhnya Allah ليس كمثله شيء (tidak ada yang serupa dengan-Nya).”

Imam Al-Manawi juga mengkonfirmasi–atau setidaknya Imam Al-Dzahabi‒adanya konsensus ulama dengan menggunakan lafaz اتفاق الكل.

Dan banyak lagi para penukil ijma, dengan menjadikan Al-Syura: 11 sebagai mustanad dengan jumlah yang tak terhitung.

Semua Ada Aturannya!

Bukan karena tidak mampu menerima perbedaan. Penulis dengan kesadaran penuh menerima perbedaan selama hal itu masih pada ranah dan ruang ijtihad, pada perkara yang memang sedari awal sampai zaman ini sudah dicap sebagai permasalahan zanni.

Tapi, jika suatu perbedaan sudah hendak menerobos banyak hal fundamental, perkara yang sudah di sepakati secara bulat, dan menjadi konsensus seluruh mujtahid, maka itu sama sekali tak pantas kita toleransi. Saking bulatnya konsensus ulama tersebut, bahkan Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dalam kitabnya Maqâlât Al-Islamiyyîn menukil satu persatu konsensus dari kelompok sesat sekalipun, mereka telah mufakat bahwa Allah:

ليس كمثله شيء وهو السميع البصير

“Tidak ada yang seperti serupa dengannya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Menerobos ijma’ bukan perkara sepele seperti perbedaan menentukan i’rab fi’il madhi. Ijma’ adalah konsensus suci yang telah dinubuatkan Rasulullah Saw. Bahkan hadis tentang kesucian ijma’ sampai pada taraf mutawatir. Orang-orang yang menginkarinya hanya bermuara pada dua aliran:

  1. Jika ia mengingkari ijma’ pada perkara yang al-ma’lum min ad-din bi ad-dharurah, jika dialihbahasakan berarti perkara-perkara dalam agama Islam yang serupa aksiomatik, seluruh umat Islam bahkan anak kecil sekali pun tahu, konsekuensinya ia keluar dari agama Islam.
  2. Jika ia mengingkari ijma’ pada perkara selain dari al-ma’lum min ad-din bi ad-dharurah, yang hanya menjadi topik pembicara kalangan terpelajar, maka konsekuansinya ia pantas dicap sesat.

Benar jika sufi terkadang berucap perkataan yang memiliki makna berbanding terbalik dari makna zahir. Sebut saja pujian para sufi kepada kitab Ihyâ ‘Ulȗm Al-Dîn yang dilontarkan oleh Sayyid ‘Ali bin Abu Bakar bin Al-Syaikh Abd Al-Rahman Al-Saggaf:

لو قَلَّبَ أوراق الاحياء كافر … لأسلم.

“Sekiranya orang kafir menelaah kitab Ihya niscaya ia masuk Islam.”

Muhyi Al-Din Abu Bakar Abd Al-Qadir Al-Aydrus menerangkan bahwa maksud dari kafir pada kalam tersebut adalah orang-orang yang tidak tahu menahu aib jiwa, dan terhalangi dari melihat kebenaran.

Tapi, alasan ini semua tidak bisa jadi pledoi untuk membela diri jika sudah menyangkut tafsir ayat-ayat suci. Ia harus patuh pada kaidah-kaidah tafsir dengan memperhatikan gramatikal, tidak menyelewengkan sibaq dan lihaq, menghindari metode tafsir yang sudah diharamkan ulama, dan yang paling penting, tidak menabrak konsensus bulat seluruh ulama.

Rasulullah Saw. pernah berdoa:

اللهم اغفر لقومي فإنهم لايعلمون

Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak tahu.


Daftar Pustaka

  • Al-Quran Al-Karim.
  • Abu Ashi, Muhammad, ‘Ilm Al-Ushȗl; Madkhalan Ilâ Qirâ’ah Al-Quran Al-Majid, 2023, Giza: Athyaf.
  • Al-Asy’ari, Ali, Maqâlât Al-Islamiyyîn wa Ikhtilâf Al-Mushallîn, 2005, Naim Zarzur, Kairo: Al-Maktabah Al-Ashriyyah.
  • Al-Aydrus, Abd Al-Qadir, Ta’rîf Al-Ihya bi Fadhâil Al-Ihyâ, 2020, Lajnah Al-‘Ilmiyyah Dar Al-Minhaj, Labuan: Saqifah Al-Safa.
  • Al-Bajuriy, Ibrahim, Hâsyiyah Al-Bayjȗri ‘ala Syarh Al-‘Aqâ’id Al-Nasafiyyah, 2020, Damaskus: Dar Al-Taqwa.
  • Al-Bayhaqi, Abu Bakr, Al-Asmâ wa Al-Shifât, 1999, Abdullah bin Muhammad Al-Hasyidiy, Jeddah: Maktabah Al-Sawadiy.
  • Al-Ghalayini, Mushtafa, Jâmi’ Al-Durȗs Al-‘Arabiyyah, 2018, Dr. Manshur Ali Abd As-Sami’, Dr. Tsana Muhammad Salim, & Dr. Muhammad Mahmud Al-Qadhi, Kairo: Dar As-Salam.
  • Al-Manawi, Muhammad, Faidh Al-Qadîr Syarh Al-Jâmi’ Al-Shaghîr, 1937, Mesir: Al-Maktabah Al-Tijariyyah Al-Kubra.
  • Al-Razi, Muhammad, Al-Mahshȗl, 1999, Dr. Thaha Jabir Fayyadh Al-‘Alwani, Beirut: Muassasah Al-Risalah.
  • Al-Subki, Abd Al-Wahhab, Jam’u Al-Jawâmi’, 2018, Dhiya Al-Haq Abu Bakr, Mushthafa Judah, Kairo: Dar Al-Ruwaq Al-Azhariy.
  • Al-Syirazi, Ibrahim, Al-Lumâ’, (tanpa tahun terbit), Kairo: Al-Maktabah Al-Azhariyyah li At-Turats.
  • Al-Thabari, Muhammad, Jâmi’ Al-Bayân ‘An Ta’wîl Ayy Al-Qur’ân, (tanpa tahun terbit) Makkah: Dar Al-Tarbiyyah Wa Al-Turats.
  • Al-Zarkasyi, Muhammad, Syarh Al-Burdah, 2017, ‘Ilm li Ihya Al-Turats Wa Al-Khidmat Ar-Raqmiyyah/International Library of Manuscripts (ILM), Kairo: Ilm li Ihya Al-Turats Wa Al-Khidmat Al-Raqmiyyah/ International Library of Manuscripts (ILM).
  • Ibnu ‘Asyur, Muhammad, Al-Tahrîr wa Al-Tanwîr, 1983, Tunisia: Al-Dar Al-Tunisiyyah li Al-Nasyr.
  • Ibnu Manzur, Muhammad, Lisân Al-‘Arab, 1993, Beirut: Dar Shadir.
Dwi Amrah

Dwi Amrah

RelatedPosts

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!
Tulisan Umum

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
4 Juli 2024
Nahi Mungkar, Ada Seninya!
Tulisan Umum

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Oleh Muhammad Said Anwar
21 Juni 2024
Esensi Berpikir dan Urgensinya
Tulisan Umum

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
12 Maret 2024
Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj
Tulisan Umum

Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj

Oleh Muhammad Naufal Nurdin
17 Februari 2024
Mending Generalis atau Spesialis?
Tulisan Umum

Mending Generalis atau Spesialis?

Oleh Muhammad Fauzan Adzim
17 Februari 2024
Artikel Selanjutnya
Madrasah kalam Imam Al-Sanusi

Madrasah kalam Imam Al-Sanusi

Peta “Semua” Ilmu ala Ibnu Sina

Peta “Semua” Ilmu ala Ibnu Sina

Kebebasan, Moralitas, dan Tanggung Jawab; Telaah Filsafat Moral Syekh Hamdi Zaqzuq

Kebebasan, Moralitas, dan Tanggung Jawab; Telaah Filsafat Moral Syekh Hamdi Zaqzuq

KATEGORI

  • Adab Al-Bahts
  • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Biografi
  • Filsafat
  • Ilmu Ekonomi
  • Ilmu Firaq
  • Ilmu Hadits
  • Ilmu Kalam
  • Ilmu Mantik
  • Ilmu Maqulat
  • Karya Sastra
  • Matematika
  • Nahwu
  • Nukat
  • Opini
  • Penjelasan Hadits
  • Prosa Intelektual
  • Sejarah
  • Tasawuf
  • Tulisan Umum
  • Ushul Fiqh

TENTANG

Ruang Intelektual adalah komunitas yang dibuat untuk saling membagi pengetahuan.

  • Tentang Kami
  • Tim Ruang Intelektual
  • Disclaimer
  • Kontak Kami

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Daftar

Buat Akun Baru!

Isi Form Di Bawah Ini Untuk Registrasi

Wajib Isi Log In

Pulihkan Sandi Anda

Silahkan Masukkan Username dan Email Anda

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan