Sebagai manusia yang hidup di abad modern dan teknologi, tentu saja saya memiliki akun sosial media yang di mana kita bisa terhubung dengan orang lain di sana. Pada satu kesempatan, saya pernah membaca satu ungkapan bahwa yang terpenting dalam hidup ini adalah praktik, bukan teori. Benarkah demikian? Mari kita bahas.
Saya ingin memberikan satu ilustrasi terlebih dahulu dan anda cukup bayangkan saja. Ada sebuah tempat yang lumayan jauh jaraknya dari tempat anda dan anda harus pergi ke sana. Tapi anda tidak tahu jalannya harus lewat mana dan harus bagaimana. Tentu, dalam keadaan ini anda membutuhkan landasan atau pengetahuan agar bisa sampai kepada tempat yang ingin anda tuju. Landasan atau pengetahuan inilah yang disebut dengan teori.
Sampai di sini, kita sudah bisa menarik benang merah bahwa sebuah praktik jika tidak disertai teori, maka hanya akan mempersulit praktik itu sendiri dan bisa membuat kita membuang-buang waktu. Tapi, teori tanpa praktik juga sia-sia. Dengan kata lain, kedua hal ini harus saling berkaitan.
Sebenarnya, teori itu dibentuk oleh orang yang sudah belajar dari kejadian yang dia alami. Dalam artian, teori itu adalah pengetahuan dari sesuatu yang sifatnya empiris dan hipotesis. Lebih jelasnya, teori itu terbentuk karena adanya pengalaman dari si pembuat teori atau karena memikirkan sebuah kemungkinan yang diterima oleh akal kebenarannya. Bahkan, teori itu bisa terbentuk karena kesalahan dari si pembuat teori karena tidak ingin orang lain jatuh pada lubang yang sama.
Kita juga tidak bisa menolak bahwa tindakan-tindakan kita itu lahir dari pemikiran kita. Konsekuensinya, jika pemikiran kita benar, maka tindakan kita juga benar. Jika tidak, maka yang terjadi adalah sebaliknya.
Sekarang, kita hidup di zaman modern nan kreatif. Di mana ide-ide dan gagasan itu berkembang, gerakan sosial semakin bervariasi, dan pembelajaran itu semakin canggih. Ada sebagian orang yang selalu mengangkat bahwa ada orang yang tinggi nilainya di sekolah, tapi di masa depan kehidupannya biasa-biasa saja. Ada juga sebaliknya, nilainya di sekolah itu biasa-biasa saja, tapi kehidupannya lebih dari biasa. Wajar kalau kita bertanya, kenapa demikian? Jawabannya sederhana, teori dan nilai di sekolah bukan segala-galanya. Karena ada saat-saat tertentu teori itu tidak sesuai dengan realita. Tapi, tetap saja tidak menafikan manfaat teori itu untuk membantu kehidupan kita. Karena ketika ada satu teori usang, maka orang yang ada di realita itu otomatis akan menggunakan segenap kemampuannya untuk membentuk teori agar realita itu mudah dijalani. Ujung-ujungnya, realita tidak bisa terlepas dari teori itu.
Saya bisa menarik contoh. Anggaplah laptop adalah sesuatu yang baru di muka bumi ini dan anda adalah orang pertama yang menyentuh dan memakai laptop itu. Ya, di sini anda mungkin akan melakukan sesuatu untuk mempelajari benda baru ini. Setelah anda mempelajarinya, baru anda ceritakan kepada orang bahwa cara memakai laptop itu begini dan begitu. Sadar atau tidak, yang anda ceritakan itu adalah teori anda berdasarkan pengalaman pribadi anda dengan benda baru yang bernama laptop itu. Maka orang setelah anda akan memakai teori yang anda buat tadi ketika bersentuhan dengan laptop itu.
Kita juga tidak boleh lupa bahwa arus kehidupan itu terus berkembang, ide dan teori ikut berkembang juga. Mungkin saja ada teori yang sudah usang, tidak relevan lagi dengan zaman sekarang dan harus diganti dengan teori baru agar generasi selanjutnya juga bisa hidup dengan mudah dan lebih bermakna. Saya bisa katakan bahwa teori adalah salah satu nikmat yang patut disyukuri, sebab ada saja orang yang mau menyumbangkan gagasan dan idenya untuk kehidupan ini. Yang lelah berpikir adalah pembuat teori itu dan ide-idenya bisa kita nikmati hari ini tanpa harus berpikir sekeras si pembuat teori itu.
Jika kita lebih bijaksana menyikapi teori dan praktik, maka keduanya mengantarkan kita untuk menemukan hidup yang lebih bermakna.
Wallahu a’lam