Ruang Intelektual
  • Login
  • Daftar
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video
Ruang Intelektual
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil

Bertemu dengan Muhammad Nuruddin

Oleh Muhammad Said Anwar
11 Maret 2022
in Tulisan Umum
Bertemu dengan Muhammad Nuruddin
Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WA

Saya teringat ketika barusan lulus SMA, saya mencari-cari jawaban yang bisa menjawab skeptis yang saya alami waktu itu. “Apakah Tuhan diciptakan? Lalu, kalau Tuhan diciptakan, sebenarnya siapa yang Tuhan itu?”. Kurang lebih seperti itu pertanyaan yang selalu muncul saat saya baru menginjak usia 17 kala itu. Saya sangat suka dengan tema-tema logika, teologi, dan filsafat saat itu, karena saya suka membaca buku-buku bercorak pemikiran sejak kelas 2 SMA. Sampai ada satu momen, saya bertemu dengan salah satu agnostik yang usianya jauh di atas saya. Jelaslah saya bingung, mau merujuk ke mana. Belum lagi, ceramah-ceramah yang ada di Youtube waktu itu kurang yang menjelaskan ilmu teologi secara mendalam dan rasional atau mungkin saja circle saya yang terbatas.

Kemudian, saya dengan terpaksa dan penuh dilema membuka mbah Google, maunya mencari jawaban yang memuaskan. Mungkin itu jalan terakhir sebelum saya tenggelam dalam keraguan yang tak kunjung menemukan jawaban. Di sisi lain, sebagian guru saya sangat melarang seluruh muridnya mencari di Google apalagi di sana itu kita tidak mengenal dengan kata “otoritas” itu, menurut guru saya. Tapi, saya pikir, Google dalam hal ini tidak bersalah kan? Yang salah adalah orang-orang yang menyebarkan paham atau pemikiran yang nyeleneh di sana, bukan Googlenya. Akhirnya saya mencari, itu tidak saya dapatkan awal-awalnya. Jawabannya, kurang memuaskan, ada yang pakai ayat dan hadis, sedangkan orang agnostik itu mana percaya dengan data seperti itu kan? Wong, sumbernya saja mereka pertanyakan. Di sini timbul lagi pertanyaan, apa iya gak sih, iman itu tidak bisa dijelaskan oleh akal? Alias, iman ini hanya dogma yang hampa argumen?

Di sini saya sudah hampir sampai kepada kata menyerah, menunggu saja mendapatkan jawabannya saat saya nanti di Mesir. Karena yang saya pikir, lebih baik saya mungkin selamat kalau akhirat itu ada dibanding kalau pasti tidak selamat. Tibalah satu tulisan dari seorang Muhammad Nuruddin yang saya baca tentang “Apakah Tuhan itu diciptakan” (kalau saya tidak salah ingat redaksi). Saya baca uraiannya, bahasanya mengalir, masuk di akal saya dan keraguan-keraguan itu perlahan terjawab sampai 80% hingga saya mendarat di Mesir.

Beberapa bulan sebelum saya ke Mesir, saya membaca lagi sekitar 2 atau 3 tulisan setelah itu yang akhirnya membuat saya penasaran “Siapa Muhammad Nuruddin ini?”. Waktu itu saya tidak tahu dia punya buku atau nggak, yang saya mau tahu rekam jejak pendidikannya apa? Kok sampai masalah fundamental kayak gitu bisa dijawab secara rasional? Di situs Qureta ternyata menampilkan deskripsi singkat Muhammad Nuruddin ini. Mata saya hanya tertuju pada dua keyword saja, “Mahasiswa Universitas Al-Azhar” dan “Jurusan Akidah-Filsafat”. “Oh”, kata saya “Pantesan. Memang sih kalau orang dari sana pasti bisa menjawab isu seperti ini”.

Belakangan, saya tahu kalau ternyata Muhammad Nuruddin ini sudah merampungkan bukunya yang pertama Ilmu Mantik: Paduan Mudah dan Lengkap untuk Memahami Kaidah Berpikir. Saya hubungilah senior saya yang ada di Mesir “Kenal Muhammad Nuruddin gak? Penulis Ilmu Mantik itu?”. Sesuai dengan karakternya yang introvert dan kurang suka interaksi panjang di WhatsApp waktu itu, dia cuman langsung kirimin foto bukunya kalau udah ada di tangannya.

Tapi, sebelum saya mengikuti tulisan Muhammad Nuruddin ada tokoh yang sudah sering saya dengar kajian filsafatnya dari awal, dia adalah senior jauh saya dan satu almamater walau beda daerah, Dr. Fahruddin Faiz, Direktur Masjid Jendral Sudirman. Di sini, pikiran saya sudah punya pandangan sendiri terhadap filsafat, kalau sebenarnya berfilsafat (berpikir) itu sederhana, beda cerita kalau mencoba memahami pemikiran orang lewat tulisan. Itu karena sewaktu saya masih kelas 2 SMA, saya mengikuti kajian-kajian mendasar filsafat beliau. Datang lagi Muhammad Nuruddin yang membuat beban hidup saya terasa lebih ringan ketika membaca buku-buku rasional, seperti mantik, filsafat, dan ilmu kalam. Karena sebenarnya ilmu-ilmu itu sudah ada dalam default system otak kita, mungkin saja kita tidak menyadari itu. Begitu pandangan saya mengenai ilmu ‘aqliyyat ini, waktu itu.

Akhir tahun 2019, saya akhirnya berangkat ke Mesir. Saya mulai menginjakkan tanah di detik-detik peralihan tahun, pas tanggal 31 Desember 2019. Yang saya pikir waktu itu sebelum kebutuhan-kebutuhan dasar yang lain itu, cuman tiga: Pertama, mana sih maktabah-maktabah besar yang selalu diceritakan guru dan senior saya di pondok dulu? Kedua, seperti apa Al-Azhar dan ulamanya? Ketiga, apa iya buku bahasa Indonesia seperti bukunya Muhammad Nuruddin bisa terbit di tempat ini? Itu melihat itu melihat lingkungan yang serba Arab.

Singkat cerita, sebelum saya memulai tahdȋd mustawa, saya selalu membawa kabur buku senior saya yang saya hubungi dulu itu. Akhirnya saya bisa membaca isi ilmu mantik ala Muhammad Nuruddin itu seperti apa. Sebelumnya saya sudah membaca dua buku mantik, pertama Logika yang ditulis oleh Drs. H. Mundiri dan satunya lagi dengan judul yang sama tapi penulis berbeda. Namun ada nuansa yang khusus saya dapatkan ketika membaca tulisan Muhammad Nuruddin ini, yaitu bahasa yang sederhana dalam menyampaikan dan detail. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan ada beberapa bagian yang membuat saya loading dan mengharuskan saya membaca ulang lagi kalimat itu.

BacaJuga

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Salah satu keberhasilan buku itu bagi saya adalah membuat kesan ilmu mantik lebih sederhana. Memang tulisan-tulisan yang ada itu, utamanya di bab tashawwurȃt, sudah saya baca sebagian besar di internet. Sampai beberapa bulan setelahnya, saya sudah tahu yang namanya penerbit Dar Shalih, saya tidak lagi membawa kabur buku senior saya (padahal waktu itu dia butuhkan karena mau ujian, haha), tidak juga pinjam abadi, tapi mengembalikan bukunya dan saya beli sendiri.

Ketika Syekh Husam Ramadhan memperkenalkan metode belajar Ibnu Sina, kata beliau kalau Ibnu Sina itu fokusnya satu hari satu judul. Terlepas Ibnu Sina itu detail atau tidak dalam satu judul itu, saya tertarik untuk mengikutinya walaupun otak saya tidak seperti Ibnu Sina. Saya akhirnya melihat buku Muhammad Nuruddin yang tebal itu sebagai sesuatu yang terbagi, bukan sebagai entitas yang utuh. Ini agar saya melihat semuanya singkat dan mudah. Akhirnya, setelah lewat dari setengah buku itu saya baca, akhirnya saya berani bilang kalau ilmu mantik itu simpel, hanya nama teori itu saja yang membuat ribet. Ini bukan berarti saya sombong atau apa, tapi lebih kepada menceritakan nikmat kemudahan yang saya dapatkan.

Ada satu bagian yang saya rasa lucu waktu itu. Melihat rekam jejak pelajaran saya itu, lebih condong ke ilmu rasional, entah kenapa saya masih bisa bilang “Pokoknya saya ambil jurusan hadis” yang coraknya transmitif (naqliy). Aneh gak sih? Tapi, saya pernah bertekad kuat mengambil jurusan itu karena saya dulu di samping fokus ke ilmu rasional, saya juga bisa tekun dalam ilmu hadis, bahkan nilai ujian nasional (UN) waktu itu, ya bisa dibilang lumayan untuk ilmu hadis dan ada di antara kawan-kawan yang tinggi nilainya waktu itu.

Tapi, ada satu momen di mana saya bersama kakak sepupu di Layali Sulaiman, belakang masjid Al-Azhar waktu itu. Saya ditanya “Mau ambil jurusan apa?”. Saya dengan spontan saja menjawab “Saya mau ambil hadis”. Tentu saya ditanya, alasannya apa dan kenapa bukan yang lain? Akhirnya dia mengutarakan satu isu besar: Ghazwah Al-Fikr (Perang Pemikiran). Sampai dia menguraikan isu-isu yang berhaluan Barat dan Timur versi liberal, Kenapa perempuan harus berjilbab? Kenapa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin? Apakah iya Tuhan telah mati? Dan paham-paham lainnya. Kemudian kakak sepupu saya bilang “Yang bisa memecahkan itu, hanya mufakkir (pemikir), sementara kita kekurangan pemikir sekarang”. Setelah saya mendengarkan uraian panjang kali lebar itu, dengan polosnya saya bertanya “Terus, saya harus ambil apa?” Padahal dengan penjelasan itu, seharusnya saya sudah bisa melihat indikasinya. Dengan singkat, dia menjawab “Akidah-Filsafat”. Apakah saya langsung mengatakan iya? Nggak juga. Saya mempertimbangkan dulu, “Apa iya, saya akan ambil jurusan ini?”.

Ya, di tengah kehati-hatian saya, tentu saya harus meyakinkan diri, bukan karena usulan kakak sepupu saya. Singkat cerita, saya akhirnya membaca beberapa bagian di buku Ilmu Mantik itu, khususnya bagian pengantar. Di sana Muhammad Nuruddin menitikberatkan, bahwa ilmu rasional itu sangat penting. Karena dia dapat mengokohkan intelektualitas kita. Dengan yakin, saya akhirnya mengiyakan, tawaran itu dan alhamdulillah, sampai sekarang saya masih diberikan konsistensi untuk menjalani pilihan itu.

Kemudian, saya bertemu dengan satu buku yang ditulis oleh Syekh Musthafa Ridha, Thuruq Al-Manhajiyyah. Di sana dijelaskan kalau ilmu ‘aqliyyat bukan hanya mantik dan filsafat doang, tapi ada maqȗlat, adab al-bahts, dan lain-lain. Saya tidak tahulah, apa itu maqȗlat dan adab al-bahts. Saya bertanya ke beberapa senior tentang ilmu tersebut. Ada beberapa yang memberikan jawaban tapi kurang memuaskan. Saya teringat lagi buku Muhammad Nuruddin ini, “Apa iya dia tidak minat menulis ilmu maqȗlat ini?”. Eh, tidak butuh satu pekan, saya kepikiran untuk ikuti saya akun Facebooknya, mungkin saja ada informasinya. Dan benar saja, ada tiga yang saya dapatkan. Pertama, pertanyaan saya terjawab. Kedua, penulisnya sedang berada di Indonesia. Ketiga, penulisnya saat itu ada dalam momen pernikahan.

Dengan senang hati, saya kasi tahu senior saya yang sudah saya bawa kabur bukunya kalau buku Ilmu Maqȗlat itu bakal terbit di Mesir. Jadi, saya ajaklah beli bersama, agar saya gak bawa lagi bukunya lagi. Ketika pengumuman bahwa bukunya sudah meluncur di penerbit, saat hari itu juga, saya mau datang ke Dar Shalih. Apesnya, saya perginya kemalaman dan tutup. Oke, besok saja. Pas besoknya, ternyata senior saya ini, nggak bangunin saya, dia pergi duluan beli buku, nggak bilang-bilang. Akhirnya, saya bawa lari lagi bukunya. Tapi, di situ saya lagi-lagi membaca ¼ buku itu sebelum benar-benar membelinya. Besoknya, saya kembalikan buku itu ke senior dan saya beli sendirilah buku itu. Alhamdulillah, saya terbantu sekali paham dars-dars di para Syekh di Madyafah waktu itu. Karena saya sudah membaca buku-buku Muhammad Nuruddin yang waktu itu baru dua.

Nah, kemudian saya baru tahu, kalau ada beberapa senior lain yang menyimpan rekaman audio yang ternyata di sanalah asbȃb al-wurud­-nya buku Ilmu Mantik itu. Saya mintalah semuanya. Memang di sana juga Muhammad Nuruddin saya dengar menjelaskan banyak hal baru, termasuk kenapa mazhab Aristoteles dinamakan Masyi’iyyun, sekelumit tentang momen mengikuti dars Syekh Yusri, kitab Manȃzil Al-Sȃ’irȋn, sampai berkenalan dengan satu buku yang masih saya semogakan sampai sekarang Mu’jam Al-Falsafi, karya Jamil Shaliba. Bahkan ada beberapa yang saya dengarkan sampai saya benar-benar tertidur. Dan tak lupa pula bagian “khusus” dengan orang yang bernama Hasna itu, hehe.

Kemudian, saya waktu itu lagi berapi-apinya belajar ilmu ‘aqliyyat, sampai saya lupa ilmu lain. Saya sampai ingin menulis satu buku juga tentang ilmu rasional sampai habis di ilmu kalam beserta detail-detailnya. Saya saat itu sudah memiliki peta, judul seperti apa dan sistematika seperti apa saja yang mau saya tulis, termasuk tema Logical Fallacy. Tanpa saya duga-duga, Muhammad Nuruddin mau menerbitkan lagi buku Logical Fallacy yang waktu itu hampir diberikan kata pengantar oleh Gus Ulil Abshar Abdalla. Ketika buku ini resmi terbit, saya merekomendasikan buku ini ke orang-orang rumah, seperti ayah, ibu, bahkan adik saya sendiri. Saya bilang, “Kalau sudah ini penulisnya, jangan diragukan. Ini senior saya di Al-Azhar”. Dan ayah saya membeli dua, satu untuk saya dan satunya untuk orang rumah.

Saya juga sempat menyaksikan kritikan kepada K.H. Said Aqil Siradj di jendela Facebook waktu itu dan saya membaca komentar-komentar waktu itu yang lumayan panas. Karena penasaran seperti apa, saya beli juga plus saya diberikan cuma-cuma oleh teman bukunya K.H. Said Aqil Siradj, terjemahan disertasinya Allah dan Alam Semesta. Di momen itu juga, saya ternyata mendapatkan amanah untuk menjadi pemateri di Forum Kajian (FK) Baiquni yang merupakan almamater saya. Berhubung syarat menjadi pemateri itu harus bisa menghadirkan makalah dan deadline-nya sudah ada, akhirnya saya harus membaca A sampai Z buku yang ditulis Muhammad Nuruddin dan terjemahan disertasi itu. Namun, benar saja, ada beberapa bagian yang hilang dari naskah aslinya. Di buku Muhammad Nuruddin menyediakan link disertasi aslinya. Saya baca juga itu. Saya juga rajin berkomunikasi dengan salah satu senior besar saya, Andi Ridwan yang ketika saya meminta referensi seputar hulȗl dan ittihȃd, akhirnya beliau memberikan saya file asli tesisnya tentang Syekh Abdul Shamad itu. Akhirnya, saya membuat makalah dengan judul Konsep Hulȗl dan Ittihȃd Menurut Said Aqil Siradj. Saya memposisikan buku Muhammad Nuruddin sebagai posisi primer di kubu kontra dan disertasi itu di kubu pro.

Di sinilah saya sudah akrab dengan tulisan Muhammad Nuruddin bahkan pernah saya meminjam gaya kepenulisannya. Saya pernah menulis di sebuah Fanspage anonim yang sampai sekarang masih aktif dan menggunakan gaya bahasa Muhammad Nuruddin. Orang mengira kalau waktu itu yang berada di balik tulisan itu adalah Muhammad Nuruddin dan memang gaya bahasa saya sekitar 60% dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Muhammad Nuruddin. Dan karena keakraban saya dengan tulisannya, akhirnya saya berazam ingin ketemu kalau nanti sudah kembali di Mesir.

Sempat ada dua momen yang saya masih ingat, saya pernah ketemu Muhammad Nuruddin di Mesir tapi saya ragu, apa iya itu dia? Soalnya saya beberapa hari tidak buka Facebook, tidak tahu kalau dia benar-benar kembali. Saya berpapasanlah di jalan, dekat apotik waktu itu. Tapi saya nggak sapa, ragu aja. Soalnya udah banyak kali saya salah orang. Pas pulang, iya ternyata benar, itu bukan miripnya, tapi memang dia. Di momen kedua, saya sempat nongkrong di rumah teman dekat masjid Al-Juwaini, Darrasah. Ini saya tidak ketemu langsung, tapi melihat teman saya bicara dengan Muhammad Nuruddin waktu itu dan ternyata teman saya ini tidak kenal siapa di hadapannya itu. Kalau tidak salah, waktu itu Muhammad Nuruddin sedang mencari rumah. Di balik pintu itu ada saya dan senior saya yang menjadi pembacanya tahu kalau itu Muhammad Nuruddin. “Sayang sekali” kata saya. Saya tidak sempat ketemu.

Namun, ada teman di media Wawasan yang berinisiatif mengadakan pelatihan kepenulisan untuk kawan-kawan yang berada di tim redaksi (tim kepenulisan). Pemred sebelumnya menyarakan, ”Panggil saja Ust. Nana (Muhammad Nuruddin).” Pemred sekarang menjawab kalau Muhammad Nuruddin ini jangan dibuatkan pelatihan kecil, tapi buatkan acara besar. Jadilah “Teras Wawasan” yang alhamdulillah terlaksana kemarin. Pemred itu menunjuk saya untuk menghubungi langsung karena menurutnya saya banyak tahu tentang Muhammad Nuruddin sekaligus sebagai moderator dan ketua panitia. Ya, saya dengan senang hati menerima tugas itu.

Awal mulanya, saya sempat menelpon via WhatsApp dengan Muhammad Nuruddin ini. Saya antara percaya dengan tidak, ini mimpi atau bukan sih? Saya memang selalu senang ketika bertemu langsung dengan penulis-penulis yang sudah saya ikuti jejaknya, seperti Syekh Salim Abu ‘Ashiy, Syekh Ali Jum’ah, dan lain-lain. Bahkan bertemu Imam Al-Ghazali walau lewat mimpi saja senangnya minta ampun sampai ada nasehat yang diberikan beliau. Kalau lewat mimpi saja saya senang, begitu juga kalau langsung. Waktu itu di daerah rumah saya sudah hujan es batu dan suhunya sangat dingin sampai saya menggigil. Sialnya, menggigil itu bersatu dengan gugup. Padahal, biasanya saya sangat pede kalau bicara depan umum, namun ini seperti senior saya, kalau bertemu dengan orang yang dia segani, pasti dia gugup.

Nah, ketika membicarakan agenda penjemputan, saya sangat ingin menjadi orang yang menjemput itu. Tapi, karena saya harus berada di tempat acara dan beberapa alasan lainnya, akhirnya saya memilih menjemput depan Baruga KKS saja dan pada hari yang sama, saya masih sempat mengikuti “perang” dengan Mun’im Sirry itu. Saya juga membaca uraian dua pihak dari A sampai Z. Apa yang terjadi setelah itu? Akhirnya saya beneran ketemu dong pastinya dan kepastian keduanya saya gugup, haha. Sangat jarang ada yang bisa membuat saya gemeteran depan umum.

Tapi, saat momen itu, saya memiliki kesenangan yang tidak mampu dibungkus dengan satu kalimat apalagi kata. Dan saat acara selesai, saya minta tanda tangan. Itu juga sudah saya bawa semua buku yang Muhammad Nuruddin sudah terbitkan, baik lewat Dar Shalih, Keira, maupun Sahifa. Tanpa pernah saya pikirkan, ternyata saya dapat ijazah dari buku-bukunya. Saya kaget dong. Saking senangnya, otak saya sempat berhenti memproduksi pertanyaan. Saya tidak tahu mau bilang apa saat itu, saya bahkan lupa caranya berekspresi seperti apa.

Setelah itu, ada sesi makan bersama. Obrolan kami ditemani dengan makanan khas Sulawesi: Palekko’. Kami membincang banyak hal di sana, termasuk Kak Faizah, Istri Muhammad Nuruddin juga ada di sana. Dan satu fakta yang seperti membaca alur plot twist di dalam cerita-cerita, ternyata Muhammad Nuruddin juga pernah bertemu dan belajar langsung dengan salah satu senior besar sekaligus guru yang saya juga akrab dengan tulisan dan pemikirannya, Andi Ridwan. Soalnya, saya juga rajin berkomunikasi dengan senior saya ini, apalagi kalau membahas tema teologi, tasawuf, filsafat, dan kalau saya menemukan problem yang saya tidak bisa saya pecahkan pasti saya tanyakan. Dua orang ini merupakan orang yang saya segani.

‘Ala kulli hȃl, saya membuat tulisan ini sebagai ekspresi kesenangan saya bahkan saya janjikan tulisan ini ke Muhammad Nuruddin, sebagai hadiah, walaupun tidak seberapa dibandingkan manfaat yang saya dapatkan dari tulisan-tulisannya. Dan tentu saya sangat senang jika tulisan ini dibaca langsung oleh Muhammad Nuruddin sendiri. Tulisan ini hanya salah satu bagian dari 3 tulisan yang sangat ingin saya hadiahkan itu. Insya Allah, ini akan membentuk “kekaraban” dengan orang-orang hebat seperti itu, bagi siapapun yang membacanya.

Wallahu a’lam.

Muhammad Said Anwar

Muhammad Said Anwar

Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan. Mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) di MI MDIA Taqwa 2006-2013. Kemudian melanjutkan pendidikan SMP di MTs MDIA Taqwa tahun 2013-2016. Juga pernah belajar di Pondok Pesantren Tahfizh Al-Qur'an Al-Imam Ashim. Lalu melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Program Keagamaan (MANPK) Kota Makassar tahun 2016-2019. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo tahun 2019-2024, Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah-Filsafat. Setelah selesai, ia melanjutkan ke tingkat pascasarjana di universitas dan jurusan yang sama. Pernah aktif menulis Fanspage "Ilmu Logika" di Facebook. Dan sekarang aktif dalam menulis buku. Aktif berorganisasi di Forum Kajian Baiquni (FK-Baiquni) dan menjadi Pemimpin Redaksi (Pemred) di Bait FK-Baiquni. Menjadi kru dan redaktur ahli di media Wawasan KKS (2020-2022). Juga menjadi anggota Anak Cabang di Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Pada umur ke-18 tahun, penulis memililki keinginan yang besar untuk mengedukasi banyak orang. Setelah membuat tulisan-tulisan di berbagai tempat, penulis ingin tulisannya mencakup banyak orang dan ingin banyak orang berkontribusi dalam hal pendidikan. Kemudian pada umurnya ke-19 tahun, penulis mendirikan komunitas bernama "Ruang Intelektual" yang bebas memasukkan pengetahuan dan ilmu apa saja; dari siapa saja yang berkompeten. Berminat dengan buku-buku sastra, logika, filsafat, tasawwuf, dan ilmu-ilmu lainnya.

RelatedPosts

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’
Tulisan Umum

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Oleh Dwi Amrah
26 September 2024
Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!
Tulisan Umum

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
4 Juli 2024
Nahi Mungkar, Ada Seninya!
Tulisan Umum

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Oleh Muhammad Said Anwar
21 Juni 2024
Esensi Berpikir dan Urgensinya
Tulisan Umum

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
12 Maret 2024
Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj
Tulisan Umum

Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj

Oleh Muhammad Naufal Nurdin
17 Februari 2024
Artikel Selanjutnya
Menjadi Pembaca dan Penulis: From Zero to Hero

Menjadi Pembaca dan Penulis: From Zero to Hero

Penjelasan Kitab Matan Al-Jurumiyyah (Bagian 2)

Penjelasan Kitab Matan Al-Jurumiyyah (Bagian 2)

Hadits Al-Arba’in Al-Nawawiyyah (Bagian 1)

Hadits Al-Arba'in Al-Nawawiyyah (Bagian 1)

KATEGORI

  • Adab Al-Bahts
  • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Biografi
  • Filsafat
  • Ilmu Ekonomi
  • Ilmu Firaq
  • Ilmu Hadits
  • Ilmu Kalam
  • Ilmu Mantik
  • Ilmu Maqulat
  • Karya Sastra
  • Matematika
  • Nahwu
  • Nukat
  • Opini
  • Penjelasan Hadits
  • Prosa Intelektual
  • Sejarah
  • Tasawuf
  • Tulisan Umum
  • Ushul Fiqh

TENTANG

Ruang Intelektual adalah komunitas yang dibuat untuk saling membagi pengetahuan.

  • Tentang Kami
  • Tim Ruang Intelektual
  • Disclaimer
  • Kontak Kami

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Daftar

Buat Akun Baru!

Isi Form Di Bawah Ini Untuk Registrasi

Wajib Isi Log In

Pulihkan Sandi Anda

Silahkan Masukkan Username dan Email Anda

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan