Ruang Intelektual
  • Login
  • Daftar
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video
Ruang Intelektual
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil

Cara Membahas Sesuatu Secara Sistematis

Oleh Muhammad Said Anwar
18 Juli 2022
in Tulisan Umum
Cara Membahas Sesuatu Secara Sistematis
Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WA

Ada satu motif yang membuat saya mengangkat judul ini, di antaranya masalah ini menjadi problem tersendiri bagi para pelajar, banyak yang menanyakan ini, dan menyampaikan sesuatu secara sistematis, menjadi sebuah keniscayaan tersendiri. Tidak percaya? Saya berikan Anda contoh. Misalnya, Anda punya masalah dan Anda ingin bantuan profesional agar masalah Anda ini tuntas, mau tidak mau, Anda harus menceritakan masalah Anda. Bagaimana Anda mau dibantu jika sesuatu yang dibantu itu saja kita tidak tahu kan? Tapi, bagaimana kalau Anda cerita kepada orang itu langsung bagian akhirnya? Atau Anda hanya menyebutkan efek yang terjadi hari ini tanpa menceritakan asal-usulnya? Otomatis orang yang Anda tempati cerita itu tidak paham seluruhnya. Anda harus jelaskan sisi sebab-akibat sampai lawan bicara Anda benar-benar paham.

Pada kasus-kasus lain juga, menjelaskan secara runtut dan sistematis itu sangat penting. Sebab, kita tidak bisa memahami sesuatu secara utuh jika tidak mengikuti pembahasan secara runtut. Mulai dari masalah pidana, menulis buku, membuat konten, story telling, mengajar, dan lain sebagainya akan membutuhkan satu skill ini; menjelaskan sesuatu secara sistematis. Ini akan menjadi salah satu kebutuhan dalam hidup kita.

Dalam kehidupan, jika kita mau menjelaskan sesuatu, ternyata ada seninya. Tidak sekedar menjelaskan atau sekedar “bacot” kalau bahasanya kawan-kawan saya. Kalau seperti cerita biasa, iya memang bisa. Tapi, kalau konsep di pikiran kita hanya kayak ngalor ngidul, itu seperti kita putar satu lagu, tapi kita ganti ke lagu yang lain sebelum lagu itu selesai. Ngegantung banget kan? Begitu juga kalau kita ingin membahas sesuatu secara serius dan utuh, ada seninya. Itulah yang akan saya bahas pada tulisan kali ini.

Timeline

Pernahkah Anda menonton film? Drakor? Anime? Main game? Ya, cara penulis cerita atau developer game itu, memiliki satu cara berpikir yang sama; terstruktur. Inilah yang membuat Anda tenggelam dalam cerita atau permainan yang dibuat. Karena memang alam bawah sadar kita lebih mudah akrab dan dekat dengan sesuatu yang dia kenal dibanding tidak. Ini seperti yang disingging dalam salah satu tulisan teman saya, bahwa pikiran bawah sadar kita akan mencari sesuatu yang punya kaitan atau relevansi tertentu dengan yang ada sekarang. Biar lebih mudah dipahami, saya akan berikan Anda sebuah contoh.

“Coba bayangkan, bagaimana jika seandainya Madara ada di Attack on Titan, gimana tuh jadinya titan-titan itu?”. Pertanyaannya, Anda paham atau tidak dengan ungkapan barusan? Orang yang tidak pernah menonton serial Naruto dan Attack on Titan tidak akan paham. Kenapa? Karena untuk memahami seperti apa makhluk yang bernama Madara dan kekuatannya yang sudah kayak di luar nalar (over power), itu harus menyelesaikan menonton banyak episode dalam Naruto itu. Begitu juga untuk mengetahui sesuatu yang bernama “titan” ini, tidak akan bisa Anda pahami kecuali Anda menonton Attack on Titan sejak episode awal.

Begitu juga kalau Anda menonton Law School lalu langsung bagian episode belakangan, Anda akan bertanya-tanya, sebenarnya apa yang menjadi inti dari drama ini? Apa titik masalahnya? Kenapa Prof. Yang bisa menjadi terduga dan ditangkap di hadapan murid-muridnya? Bukannya dia dosen di Universitas Hankuk? Dan lain sebagainya. Bagaimana cara memahami alur cerita, nama, istilah, dan konflik yang ada dalam cerita? Satu-satunya jalan, Anda harus menonton dramanya.

Saya tidak meminta Anda untuk menonton Naruto, Attack on Titan, ataupun Law School. Saya hanya ingin meninjukkan kalau orang itu tidak paham karena susunan “cerita” di kepalanya itu tidak tersusun dengan baik atau informasi dasarnya kosong. Kenapa? Yang memberikan informasi tidak memberikan “alur cerita” secara teratur. Maka untuk terwujudnya “paham” itu bukan hanya membutuhkan kemampuan pendengar atau lawan bicara itu untuk mencerna informasi, tapi yang menyampaikan juga harus memiliki satu skill; menyampaikan sesuatu secara terstruktur.

BacaJuga

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Saya sengaja memberikan contoh film, karena selain Indonesia tukang bajak filmnya lumayan diakui di dunia banyaknya, peminat film juga banyak di Indonesia. Saya ingin mengutarakan, kalau kita menjelaskan sesuatu, paling pertama perkenalkan apa yang ingin bahas. Sekali lagi, perkenalkan, jangan langsung masuk ke inti. Dalam perkenalan ini mencakup latar belakang atau apa yang mendorong Anda dalam membahas sesuatu itu? Gunanya memulai dari sini adalah agar “pondasi pemahaman” pendengar Anda ada dan ada informasi dasar tentang kenapa dan untuk apa dia terjun ke dalam pembahasan itu. Dengan begini, dia bisa masuk ke dalam pembahasan Anda. Setelah pembaca sudah mengenal, baru bawa dia ke jenjang “perkenalan” yang lebih dalam.

Coba misalnya Anda main game yang memiliki banyak fitur, belum pernah Anda mainkan sama sekali, dan Anda diminta oleh teman Anda untuk memainkan game itu. Kira-kira apakah Anda langsung mengerti atau malahan Anda masih bertanya-tanya “Fungsi bagian ini dan itu, apa ya?”. Tentu saja, kita akan bertanya-tanya dulu. Sebab, informasi dasarnya belum ada. Makanya game-game sekarang itu akan memberikan tutorial di awal permainan agar kita memiliki informasi dasar dan bisa mengerti cara memainkannya, sekalipun kita tidak bisa bahasa Inggris.

Alur cerita itu kadang disebut timeline. Makna literalnya, garis waktu. Kalau kita mengedit video menggunakan aplikasi Adobe Premiere, ada garis waktunya. Di sana menggambarkan bagaimana hasil kerja sementara kita dan ada rentetan waktunya. Itu juga disebut timeline. Titik waktu realita saat ini disebut dengan real-time. Real-time saat saya membuat tulisan ini adalah 20:59 CLT. Sedangkan rentetan waktu (timeline) kehidupan saya dimulai dari saat tahun 2002 sampai hidup saya berakhir yang entah kapan. Begitu juga pemahaman manusia, mereka memiliki timeline. Mulai dari titik tidak paham sama sekali sampai titik di mana dia sangat paham. Real-time adalah titik di mana dia mengerti sesuatu saat ini.

Pemahaman manusia itu tidak bisa langsung di tengah-tengah atau di ujung jika tidak memulai dari awal. Makanya pemahaman manusia harus diperkenalkan dulu sesuatu yang sifatnya sangat mendasar lalu maju ke pembahasan selanjutnya yang berpijak kepada pembahasan yang lalu. Inilah kenapa kalau kita membaca buku ilmiah itu tidak akan paham kalau langsung di bagian belakang, membaca cerita tidak akan paham walau ketemu dengan spoilernya, dan kenapa kalau menulis karya ilmiah seperti makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan kawan-kawannya itu mulai dari pengantar, pendahuluan, definisi, dan lain sebagainya untuk sampai ke bagian inti dari pembahasan itu.

Ngalor Ngidul

Ada seorang kawan yang memberitahu saya kalau membahas sesuatu itu ya tidak usah terlalu linear atau satu alur saja. Cerita saja dengan pembahasan yang mengalir. Sebenarnya ini sah-sah saja kalau konteksnya kita sedang nongkrong atau cerita lepas bersama kawan-kawan. Tapi, ini tidak berlaku kalau kita sedang ingin membahas sesuatu secara tuntas. Misalnya kita sedang rapat, kajian, kuliah, dan lain sebagainya, kita tidak boleh membawa kebiasaan bahas bebas itu. sebab, konteksnya lain.

Saya pernah diceritakan sama adik saya yang kebetulan dia juga merupakan anggota OSIS di sekolahnya. Dia sedang rapat, tiba-tiba ada yang masuk dalam rapat itu dan merusak pembahasan yang sedang berjalan. Akhirnya rapat itu selesai tanpa kesimpulan yang jelas. Ini disebabkan tidak bisa memposisikan mana tempat yang butuh pembahasan tuntas dan mana tempat ngalor ngidul yang random itu.

Mungkin akan ada yang bilang kalau kita membahas itu sebaiknya pembahasannya santai saja, jangan terlalu serius. Perlu dibedakan, isi dari penyampaian itu satu hal, sementara gaya menyampaikan adalah hal yang lain. Isi pembahasan yang terstruktur bisa dibungkus dengan gaya pembahasan yang santai. Ada banyak channel di Youtube yang memakai pembawaan harmonis seperti itu, seperti Kok Bisa, Sepulang Sekolah, dan lain sebagainya. Kalau melihat pikiran atau isi penyampaiannya, mereka memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam membahas. Gaya membahas seperti ini bisa kita pakai jika kita sedang berkomunikasi dengan orang yang kurang bisa tahan dengan gaya pembahasan serius.

Kejelasan

Di antara manfaat atau gunanya penjelasan itu ada adalah agar orang merasakan kejelasan dengan apa yang kita sampaikan dan tidak akan ada lagi pertanyaan yang timbul. Jadi, sebelum kita menyampaikan sesuatu, mulailah dari bagian yang jika dijelaskan, tidak akan timbul pertanyaan yang penting atau serius dari penanya yang merusak tatanan penjelasan kita. Misalnya, kita sudah menyusun teori dengan sangat panjang tapi bermasalah di titik konsep atau definisi. Kalau begitu, dampaknya akan merusak penjelasan yang sudah kita paparkan selanjutnya. Atau mulailah dari hal yang paling familiar dengan para audiens Anda lalu giringlah secara perlahan untuk masuk ke dalam pembahasan Anda.

Setelah itu, berikanlah poin penting dari yang ingin Anda jelaskan, seperti definisi atau pengertian teori yang Anda sampaikan itu, kemudian masuk ke bagian umum sampai bagian yang sangat mengerucut. Ini jika pembahasannya bersifat tematik atau maudhu’i. Beda cerita kalau kita berbicara secara meluas-komprehensif seperti membahas ilmu tertentu sampai tuntas. Memang sama-sama memulai dari pengertian atau mulai dari bagian yang paling jelas sampai ke bagian yang sebelumnya belum diketahui orang. Tapi, yang bagian komprehensif itu membahas satu pembahasan atau materi ke materi yang lain. Tentu susunan materi atau pembahasan itu akan berkaitan satu sama lain.

Ini seperti membahas ilmu mantik atau logika. Sebelum kita masuk ke dalam, kita akan mulai dari sedikit basa-basi yang melibatkan kasus kesalahan berpikir. Sehingga dengan keterlibatan kesalahan berpikir itu akan mendatangkan keprihatinan tersendiri dengan dampak yang ditimbulkan, seperti harus ada sesuatu yang mengatur cara kita berpikir sehingga kita terhindar dari kesalahan berpikir. Maka, solusinya adalah mempelajari ilmu mantik. Setelah masuk di sini, kita mulai dari hal-hal penting dalam ilmu mantik, yakni definisi, apa yang dibahas, dan apa kegunaan lain belajar ilmu mantik. Kita bisa memancing audiens lebih dalam lagi ke praktik kecil atau contoh kalau ilmu mantik ini berguna. Begitu juga kalau sudah di bagian sini, barulah kemudian dilanjut ke pembahasan selanjutnya seperti pembahasan ilmu dan seterusnya.

Sketsa

Sebelum membahas sesuatu secara terstruktur, siapkan bahan mentah atau gambaran umum dari A sampai Z secara ringkas. Terserah ringkasnya seperti apa karena yang mengonsumsi sketsa ini adalah kita sendiri. Nanti ketika ingin dituangkan ke dalam tulisan atau isi, barulah kita tambahkan sisi-sisi yang agak detail.

Dalam menyusun buku, saya memakai metode sketsa ini. Saya sudah memiliki gambaran umum dari isi buku saya. Tapi belum saya rincikan. Nanti ketika saya masuk ke dalam tulisan baru saya masukkan bagian yang detail dan inti itu. Sebab, konsep yang tersusun dengan baik sejak awal akan membantu eksekusi kita. Juga dalam membuat cerita, saya buat bentuk skenario kasarnya lalu kalau nanti masuk dalam “halaman utama”, baru saya munculkan bagian rinci-rincinya.

Dalam membahas secara lisan juga tidak terkecuali, misalnya saya ingin naik ceramah atau menampaikan sebuah materi, paling tidak saya memiliki sketsa dalam penyampaian itu. Salah satu jurus andalan saya adalah “esai lima paragraf”. Maksud dari “lima paragraf” itu adalah paragraf pertama terdiri dari prolog atau pengantar. Paragraf kedua sampai keempat terdiri dari isi atau poin penting. Paragraf terakhir merupakan penrup atau epilog yang meliputi kesimpulan, penutup, pesan, dan lain sebagainya.

Kadang saya juga memanfaatkan kata kunci untuk isi yang luas dan padat. Ini kadang saya pakai dalam ujian untuk memahami diktat. Seperti ketika saya membaca buku Syubhat Seputar Al-Qur’an, maka saya akan mengingat-ingat kata kunci atau “password” tersendiri. Kata kunci itu ibarat ringkasan yang paling ringkas, di mana dia mengandung sejuta makna dan jika dijelaskan bisa panjang lebar.

Misalnya, ada tuduhan bahwa Al-Qur’an bukanlah berbahasa Arab, tapi ada yang mengatakan berbahasa Qibti, Ibrani, dan lain sebagainya. Kalau kita mau bantah, 1) Al-Qur’an itu berasal dari kata qara’a yang berarti membaca. Di mana abjad seperti ini adalah abjad Arab. 2) Wazan yang dipakai kata Al-Qur’an adalah fu’lân yang merupakan juga bagian dari karakteristik bahasa Arab. 3) Keduanya merupakan bukti bahwa Al-Qur’an memiliki bentuk asal kata Arab. Kalau kita rangkai menjadi satu kalimat: “Al-Qur’an memiliki asal kata yang berbahasa Arab yang asalnya adalah qara’a lalu berwazan fu’lân”. Ini sudah meringkas ketiga poin itu. Kalau dikerucutkan lagi menjadi beberapa kata, maka jadinya; 1) Asal Arab. 2) Qara’a. 3) Fu’lân. Kalau sudah menguasai tiga poin ini, sisa bagaimana kita merangkai penjelasan untuk membuat penjelasan yang bisa dimengerti lawan bicara atau pemeriksa soal kita. Ini adalah salah satu contoh penggunaan teknik sketsa di ujian.

Pembaca Adalah Raja

Dalam menjelaskan sesuatu, kita seperti pelayan. Ketika seorang pelayan melayani rajanya, maka dia akan menyiapkan masakan terbaik yang bahannya adalah bahan terbaik dengan cara masak yang terbaik. Begitu juga ketika kita menjelaskan, kita menyiapkan cara terbaik, metode terbaik, penyampaian terbaik, sehingga pembaca bisa paham apa yang ingin kita sampaikan.

Kita harus pintar-pintar melihat audiens kita. Misalnya dia adalah orang Arab, maka kita jelaskan dia pakai bahasa Arab yang mudah dipahami. Saya selalu menggunakan pikiran ini sehingga tulisan saya kebanyakan bahasa Indonesia yang aslinya jarang saya pakai dalam komunikasi sehari-hari. Karena bahasa yang saya pakai bahasa Indonesia yang bercampur dengan aksen Bugis-Makassar dan pembaca saya itu dari berbagai pulau di Indonesia, saya sangat menyadari itu. Tentu tidak bijak jika saya memakai bahasa sehari-hari saya untuk menjelaskan sesuatu kepada orang lain yang tidak memahami bahasa saya. Juga, saya selalu mencoba mengukur bahasa yang kira-kira dipahami lawan bicara saya, apakah dia mengerti istilah ilmiah yang saya gunakan atau tidak? Jika iya, saya akan memakainya. Jika tidak, maka saya akan ambil maksud dari istilah itu lalu saya masukkan ke dalam penjelasan saya sehingga dia bisa paham.

Selain itu, saya selalu waspada dengan kata-kata yang mengandung ambiguitas. Makanya kalau saya menulis, selalu ada penjelasan lebih lanjut dengan ungkapan yang mengandung ambigu itu. Atau saya selalu mencoba menalar, seberapa mungkin ada multi-tafsir di sana. Ini semata-mata untuk menghindari ketidakpahaman atau kesalahpahaman dari pembaca.

Memang ada mazhab bahwa penulis adalah raja, tapi ini tidak berlaku untuk konteks menjelaskan. Lebih cocok untuk mengungkapkan isi hati. Jika kita memposisikan diri sebagai raja dan tujuannya ingin menjelaskan, bagaimana caranya kita memberikan penjelasan, sedangkan kalau kita menggunakan egoisme raja, kita akan menggunakan bahasa yang tinggi dan sulit dipahami kebanyakan orang? Alih-alih menjelaskan, malah membuat banyak orang semakin bingung.

Tulisan vs Lisan

Dari segi esensi atau isi, sebenarnya lisan dan tulisan itu bisa sama. Hanya saja kalau tulisan itu, apalagi kalau dalam tulisan-tulisan ilmiah, tidak boleh memiliki pembawaan seperti pembawaan kalau kita berbicara. Sebab, lisan dan tulisan sudah memiliki karakter yang beda sehingga dari segi output juga keduanya berbeda.

Tulisan lebih condong ke sifat yang dingin dan sangat terstruktur atau pola yang konsisten. Ini nanti terlihat dalam menyusun buku misalnya, ada yang memulai dengan menuliskan standar dari pembahasan itu dulu, kemudian contoh variatif. Ada juga sebaliknya. Sedangkan dalam penyampaian lisan, dia lebih condong fleksibel dengan lawan bicara. Tapi, sama-sama membawa ketersusunan materi dalam kepalanya masing-masing. Intinya, kita mempertahankan substansi materi kita dengan paham apa yang kita katakan.

Jadi, itulah cara yang terbilang basic untuk menjelaskan sesuatu secara terstruktur dan tertib, sehingga bukan hanya kita yang terarah dalam menjelaskan tapi pendengar atau pembaca kita paham dengan alur yang kita sajikan. Cara-cara yang saya sampaikan tidak hanya harus dipakai dalam menjelaskan saja, tapi dalam memahami sebuah bacaan yang mau kita persentasekan atau ujiankan, bisa juga menggunakan cara ini tanpa menafikan hal lainnya.

Tapi, perlu dicatat, seberapa jitu pun sebuah trik atau tata cara jika tidak ada praktik atau tidak ada latihannya, maka pengetahuannya dan manfaat pengetahuannya hanya akan terperangkap dalam kepalanya seorang diri dan akan hilang saat dia juga hilang dari bumi.

Wallahu A’lam

Muhammad Said Anwar

Muhammad Said Anwar

Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan. Mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) di MI MDIA Taqwa 2006-2013. Kemudian melanjutkan pendidikan SMP di MTs MDIA Taqwa tahun 2013-2016. Juga pernah belajar di Pondok Pesantren Tahfizh Al-Qur'an Al-Imam Ashim. Lalu melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Program Keagamaan (MANPK) Kota Makassar tahun 2016-2019. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo tahun 2019-2024, Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah-Filsafat. Setelah selesai, ia melanjutkan ke tingkat pascasarjana di universitas dan jurusan yang sama. Pernah aktif menulis Fanspage "Ilmu Logika" di Facebook. Dan sekarang aktif dalam menulis buku. Aktif berorganisasi di Forum Kajian Baiquni (FK-Baiquni) dan menjadi Pemimpin Redaksi (Pemred) di Bait FK-Baiquni. Menjadi kru dan redaktur ahli di media Wawasan KKS (2020-2022). Juga menjadi anggota Anak Cabang di Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Pada umur ke-18 tahun, penulis memililki keinginan yang besar untuk mengedukasi banyak orang. Setelah membuat tulisan-tulisan di berbagai tempat, penulis ingin tulisannya mencakup banyak orang dan ingin banyak orang berkontribusi dalam hal pendidikan. Kemudian pada umurnya ke-19 tahun, penulis mendirikan komunitas bernama "Ruang Intelektual" yang bebas memasukkan pengetahuan dan ilmu apa saja; dari siapa saja yang berkompeten. Berminat dengan buku-buku sastra, logika, filsafat, tasawwuf, dan ilmu-ilmu lainnya.

RelatedPosts

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’
Tulisan Umum

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Oleh Dwi Amrah
26 September 2024
Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!
Tulisan Umum

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
4 Juli 2024
Nahi Mungkar, Ada Seninya!
Tulisan Umum

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Oleh Muhammad Said Anwar
21 Juni 2024
Esensi Berpikir dan Urgensinya
Tulisan Umum

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
12 Maret 2024
Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj
Tulisan Umum

Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj

Oleh Muhammad Naufal Nurdin
17 Februari 2024
Artikel Selanjutnya
Konsep Bid’ah Menurut Syekh Ali Jum’ah

Konsep Bid'ah Menurut Syekh Ali Jum'ah

Apa itu Ilmu Maqulat?

Apa itu Ilmu Maqulat?

Meninjau Ulang Teori Konspirasi

Meninjau Ulang Teori Konspirasi

KATEGORI

  • Adab Al-Bahts
  • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Biografi
  • Filsafat
  • Ilmu Ekonomi
  • Ilmu Firaq
  • Ilmu Hadits
  • Ilmu Kalam
  • Ilmu Mantik
  • Ilmu Maqulat
  • Karya Sastra
  • Matematika
  • Nahwu
  • Nukat
  • Opini
  • Penjelasan Hadits
  • Prosa Intelektual
  • Sejarah
  • Tasawuf
  • Tulisan Umum
  • Ushul Fiqh

TENTANG

Ruang Intelektual adalah komunitas yang dibuat untuk saling membagi pengetahuan.

  • Tentang Kami
  • Tim Ruang Intelektual
  • Disclaimer
  • Kontak Kami

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Daftar

Buat Akun Baru!

Isi Form Di Bawah Ini Untuk Registrasi

Wajib Isi Log In

Pulihkan Sandi Anda

Silahkan Masukkan Username dan Email Anda

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan