Hampir setiap kalangan dan seluruh lapisan masyarakat mengetahui betul bahaya dari merokok. Kendati demikian jumlah perokok di lapisan masyarakat tidak bisa kita hitung jari, mulai dari remaja hingga orang tua, bahkan tidak bisa kita pungkiri anak-anak jauh dibawah umur sudah mulai mengonsumsi yang namanya rokok. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah perokok berusia 15 tahun ke atas di dunia, sebanyak 991 juta orang pada 2020. Bagi sebagian orang merokok awalnya mungkin penasaran dan ditawari oleh teman, kemudian mencobanya hingga kecanduan atau ketergantungan meski telah mengetahui bahwa rokok itu berbahaya dan berdampak buruk bagi kesehatan mulai dari kanker hingga menyebabkan kematian, hal ini mungkin terjadi karena didasari oleh pemikiran bahwa merokok itu sudah menjadi hal yang biasa.
Bagi sebagian orang, merokok sudah tidak dipandang sebelah mata atau bisa dikatakan lazim dalam kehidupan masyarakat. Bahkan perokok sudah tidak menjadi minoritas lagi, bisa kita lihat sendiri dalam kehidupan kita, di antara orang yang kita kenal baik itu di tengah-tengah keluarga ataupun lingkungan pertemanan kita pasti di antaranya ada yang merupakan perokok. Meski telah mengetahui betul dampak dari merokok itu sendiri, namun bagi seorang perokok ia menganggap hal itu sudah biasa dan tetap mengonsumsinya bahkan menjadi bagian dalam kehidupan atau sudah menjadi kebiasaannya. Berbagai faktor yang dapat membuat kita bisa mengatakan bahwa rokok itu lazim di tengah kehidupan masyarakat yaitu mulai dari terhitung banyaknya perokok, distribusi yang sangat luas, adanya tenaga kesehatan atau dokter yang merokok, hingga disediakannya tempat khusus merokok atau smooking area di berbagai tempat umum.
Faktor pertama, yang membuat sebagian orang bisa mengatakan bahwa rokok itu sudah biasa yaitu terhitung banyaknya perokok seperti data yang ada di atas, mulai dari remaja hingga orang tua, bahkan tidak bisa kita pungkiri anak-anak jauh di bawah umur mulai mengonsumsi yang namanya rokok. Terhitung banyaknya jumlah perokok memang menjadi alasan kenapa rokok bisa dikatakan lumrah di masyarakat dan bahkan mampu mempengaruhi seseorang untuk merokok karena banyaknya perokok di sekitarnya, baik itu di tengah-tengah kehidupan keluarga maupun lingkungan pergaulannya. Namun, sejatinya manusia punya pendirian dan prinsip yang membuatnya punya identitas diri dan tidak sekedar ikut-ikutan.
Faktor kedua, yaitu distribusi rokok itu sendiri sangatlah luas dan harganya bisa dibilang cukup terjangkau bagi sebagian kalangan. Meski pada iklan maupun bungkusan rokok itu sendiri terdapat peringatan bahaya merokok yang bahkan mengakibatkan kematian, namun hal ini tidak membuat para konsumen untuk berhenti membelinya. Tapi di balik hal itu, luasnya distribusi rokok dan banyaknya konsumen, ini justru mampu menghidupi ekonomi negara. Akan tetapi, untuk menghidupi ekonomi negara tidak harus rokok. Masih banyak hal lain yang lebih menggiurkan dan mampu memberikan income yang tidak main-main, seperti peningkatan industri game, film, musik, dan lain sebagainya yang diminati banyak orang. Juga bisa dengan mengolah SDA kemudian hasil olahannya diekspor ke negara lain, sehingga dapat memberikan banyak pendapatan, ini berpulang kepada SDM negara itu sendiri.
Faktor ketiga, yaitu adanya tenaga kesehatan atau dokter yang merokok di mana dia sendiri tidak menganjurkan dan melarang untuk merokok. Dilansir dari Kompas.com, dokter yang merokok tidak sedikit, sebuah penelitian di Cina, menyebutkan sekitar 32 persen dokter pria di negeri itu merokok. Di Bangladesh, persentase dokter perokok lebih tinggi. Dari hal ini dapat menimbulkan munculnya sebuah ungkapan “Dokter saja merokok”, namun hal ini tidak bisa kita jadikan patokan, hanya karena adanya tenaga kesehatan atau dokter yang berlabel kesehatan merokok, kita tidak harus mencontohi perbuatan yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.
Faktor keempat, yaitu disediakannya tempat khusus merokok atau biasa kita lihat smooking area di berbagai tempat umum, seperti bandara bahkan di rumah sakit yang merupakan simbol kesehatan itu sendiri, sehingga dari hal ini bisa bisa kita katakan merokok sudah menjadi hal yang biasa di tengah kehidupan masyarakat. Meski kenyataannya seperti itu, hal ini tidak bisa kita jadikan landasan keabsahan sesuatu hanya karena hal tersebut berada di tengah-tengah kehidupan kita. Ini seperti masalah zina yang dianggap boleh di tempat prostitusi. Bukan berarti esensinya zina itu menjadi boleh hanya karena ada tempat yang menyediakan ruang.
Banyaknya hal maupun faktor yang membuat kita dapat berpikir merokok itu lumrah di masyarakat mulai dari terhitung banyaknya perokok, distribusi rokok yang sangat luas dan harganya masih bisa dibilang cukup terjangkau bagi sebagian kalangan, adanya tenaga kesehatan atau dokter yang merokok, dan disediakannya tempat khusus merokok atau smooking area di berbagai tempat umum. Terlepas dari hal tersebut, semuanya dikembalikan pada diri kita masing-masing, bagaimana kita membuka pikiran kita terkait rokok, setiap orang memiliki pendapat dan pemikirannya masing-masing. Maka dari itu kita harus mengolah baik-baik pemikiran kita sehingga tidak terpengaruh oleh pemikiran orang lain.