Ruang Intelektual
  • Login
  • Daftar
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video
Ruang Intelektual
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil

Santai Saat Ujian?

Oleh Muhammad Said Anwar
23 Januari 2022
in Tulisan Umum
Santai Saat Ujian?
Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WA

Ketika disebut kata “santai” tiba-tiba yang terlintas adalah kemalasan, ogah-ogahan, dan hal-hal yang non-produktif lainnya. Padahal, ketika Anda menarik nafas, ada jeda sebelum menghela nafas. Ketika Anda berjalan melangkahkan kaki kanan, ada jeda sebelum kaki kiri bergerak. Jeda itulah santai. Ketika santai, bukan berarti kita “membubarkan”, tapi “mengistirahatkan” agar lebih bugar dan berkualitas. Bagi saya, santai di ujian bukan berarti berhenti belajar, malas-malasan belajar, tapi memberikan juga hak kepada tubuh untuk beristirahat, merasakan kebahagiaan di saat banyak yang panik.

Saya menuliskan ini saat beberapa menit setelah ujian, minum teh dan makan roti daging yang masih hangat kala ujian berlangsung. Ya lumayan enjoy rasanya saat musim dingin. Kenapa saya melakukan hal yang “agak kontroversial” itu di kelas? Apalagi beberapa kawan dari Indonesia memandang bahwa makan dan minum saat ujian adalah hal tabu. Bagi saya tidak sih, itu melihat tidak ada larangan di Al-Azhar, bahkan ada penjual teh atau kopi Nescafe yang masuk di ruangan ujian. Andai dilarang, pasti gak ada tuh penjual minuman yang masuk ke ruangan. Alasan saya makan dan minum saat ujian itu cukup klise, alasan “kesehatan” dan juga itu tidak melanggar adab. Beda halnya kalau saat belajar di kelas, saya cuman minum.

Orang tua saya selalu berpesan kalau sebelum belajar atau ujian, ya makan saja dulu. Soalnya, kesehatan itu di atas segala-galanya. Bahkan, kakek saya K.H. Muhammad Nur pernah bilang kalau kesehatan itu sangat penting, kadangkala kesehatan harus didahulukan dari ritual. Sebab, menjaga kesehatan juga ibadah (Memenuhi salah satu tuntutan syariat: Hifzh Al-Nafs atau Menjaga Jiwa). Kalau kita sakit, jangankan ujian, ritual pun ikut terkendala. Solusinya ya jaga kesehatan plus rajin ibadah dan belajar. Dengan tubuh dan jiwa yang sehat, kita bisa banyak-banyak ibadah dan belajar. Dapat pahala semua kan? Makanya di ruangan saya ujian, saya selalu membawa makanan yang tidak ringan, tidak juga berat. Intinya pas untuk menjanggal perut. Itu juga melihat waktu yang pagi sekali dan musim dingin yang membuat orang cepat lapar.

Mungkin akan ada pertanyaan, gimana kalau misalnya gara-gara santai malah tinggal kan? Tapi kita juga bisa bertanya kembali, kalau terlalu tegang, gimana kalau sakit? Bisa nggak ikut ujian? Jadi sekali lagi, santai bukan bermakna malas. Tapi istirahat, berikan hak tubuh untuk istirahat dan jiwa untuk bahagia. Kalaupun tinggal tingkat, ya dilihat dulu. Kalau misalnya penyebabnya malas-malasan, ya salah sendiri. Siapa suruh malas. Soalnya kita tidak bicara hasil ya. Sebab, hasil ujian bukan wewenang kita. Wewenang kita hanya “berusaha dan berdoa” itu saja. Kalau masih tinggal, gimana? Ya tidak ada yang salah. Sebab, kita sudah berusaha dan Tuhan juga masih ingin kalau kita di situ saja dulu. Apakah Tuhan salah ketika membuat kita tinggal? Ya tidak juga. Sebab, kita tinggal tingkat itu bukan tolak ukur salahnya Tuhan. Bisa saja ada hikmah yang ingin Tuhan tunjukkan kan?

Juga di ujian itu tidak dilarang menjawab menggunakan redaksi bahasa sendiri selama menyentuh substansi jawaban. Ini dikenal dengan istilah ta’bir (mengarang). Yang tidak boleh dikarang itu seperti Al-Qur’an, hadis, nama orang, tanggal, definisi hadd, nukilan langsung, dan istilah baku. Selain itu, sah-sah saja mengarang yang penting tidak asbun. Saya pribadi sangat suka dengan sistem itu. Apalagi kalau soal ujiannya itu memerintahkan untuk mengeluarkan kritikan terhadap syubhat, itu saya tulis sesuka saya. Itupun dijawab dengan santai, tidak sampai orang mau muntah atau depresi di ruang ujian.

Di ujian, saya berprinsip “Jawab saja berdasarkan yang saya tahu”. Kalau yang saya lupa? Saya tinggalkan saja, atau saya jawab berdasarkan keragu-raguan saja. Saya tidak perlu ribet dengan menyotek yang membuang tenaga atau menunggu wahyu. Yang jelas kalau sudah saya pelajari, bukan tidak tahu namanya, tapi lupa. Ada loh kejadian di mana saat menjawab soal itu saya lupa bagian yang saya sangat hafal di luar ujian. Itu kejadiannya saat saya ujian ilmu mantik (logika). Di luar ujian sebenarnya saya tahu dengan baik gimana maksud pertanyaan itu, tapi ada hal lain yang membuat saya lupa di ruang ujian. Itu artinya sebenarnya saya tahu tapi saya hanya lupa. Lupa atau tidak terlintas di benak bukan berarti tidak tahu. Jika Anda punya teman, yakin bisa menyebutkan 50 orang secara langsung? Kita bisa menyebutkan tapi untuk ukuran memori manusia normal, kita perlu “mikir-mikir”. Tapi apakah kita tidak mengetahui 50 teman itu? Jawabannya tidak, hanya lupa.

Karena kemungkinan lupa itu ada di ujian, saya tidak terlalu percaya dengan nilai ujian dan ini membuat saya tidak merasa “wow” banget saat mendapat nilai tinggi. Tapi, untuk syukuran, iya. Hehe. Ke-minus-an pada nilai dinilai dengan “ketidaktahuan”. Tapi buktinya, lupa bisa menjadi faktor lain, bukan hanya tidak tahu. Selain itu, di ujian tidak semuanya ditanyakan. Artinya, bisa saja kan yang ditanyakan itu hanya “sebagian kecil”, bukan seluruhnya. Juga, bisa saja yang ditanyakan itu pas “kebetulan” kita ingat dan bisa juga yang ditanyakan itu yang kita lupa saat itu. Dengan kata lain, nilai tinggi memang bukan murni dari usaha kita, bisa saja karena ada faktor lain. Entah karena keberuntungan, dapat futȗh dan lain-lain. Jadi, nilai ujian bukan representasi dari usaha seseorang secara mutlak dan saya rasa ‒sebagaimana yang saya tegaskan tadi‒ memang kita tidak layak bangga dengan nilai ujian itu. Toh, selain itu kita tidak menjadi semakin bodoh jika mendapatkan nilai seburuk apapun. Pengetahuan kita terus bertambah seiring bertambahnya pengalaman kita. Itu jika kita mengambil pelajaran dari kejadian, bukan membiarkannya lewat begitu saja.

Selain itu, kalau kita sudah terlanjur tidak tahu di saat ujian, ya apa boleh buat. Kita sudah ada di posisi “terlanjur” jadi seperti nasi yang sudah menjadi bubur. Sikap kita adalah memberikan potongan ayam, sayur-sayuran, wortel, ayam, kecap, kerupuk, dan lain-lain. Kita harus bersikap pas sesuai dengan kondisi kita. Bukan meratapi agar bubur itu kembali menjadi beras. Beda kalau kita masih dalam kondisi belum terlanjur, sebelum menjadi bubur, kita masih bisa mematikan kompor agar nasi itu tidak menjadi bubur. Artinya, sebelum ujian, selama kita tahu kalau kita tidak mengetahui sesuatu, ya tinggal cari tahu. Sebab terlalu larut dalam meratapi yang sudah lewat juga buang-buang waktu. Sesederhana itu.

BacaJuga

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Esensi Berpikir dan Urgensinya

‘Ala kulli hȃl, bagi saya ujian adalah sesuatu yang sebetulnya cukup dibawa santai, dalam artian tidak melalaikan kewajiban belajar, murȃja’ah, dan tidak juga menzalimi diri dengan tidak memberikan hak kepada tubuh dan jiwa. Kalau tidak tahu, tinggalkan atau jawab berdasarkan spekulasi yang memungkinkan. Kalau tahu, ya jawab. Kalau bisa menjawab dengan santai sambil mencicipi roti hangat dan ditemani teh hangat juga, kenapa tidak? Selama tidak ada larangan untuk santai seperti itu, sayang sekali kalau dilewatkan. Juga seandainya di ruang ujian boleh mendengar musik (tentunya pakai headphone atau earphone) sambil menjawab, maka saya akan lakukan itu. Kalaupun tinggal tingkat, cukup perbaiki yang rusak. Sebab, ketika kita mendapati yang terlanjur rusak, tugas kita adalah memperbaiki, bukan meratapi. Kalau orang memandang jelek karena tinggal tingkat, maka kita ingat saja kalau pikiran orang tentang kita tidak dalam kendali kita. Kita hanya perlu fokus pada diri, menutup telinga dari komentar yang tidak bermanfaat bagi kita.

Akhir al-kalȃm, mengutip petuah dari sang kakek dan guru, K.H Muhammad Nur bahwa kita tidak perlu berlomba-lomba menjadi orang penting, cukup berlomba menjadi orang baik. Karena kita semua punya ibadah, yakni menjadi terbaik untuk versi kita masing-masing.

Wallahu a’lam.

Muhammad Said Anwar

Muhammad Said Anwar

Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan. Mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) di MI MDIA Taqwa 2006-2013. Kemudian melanjutkan pendidikan SMP di MTs MDIA Taqwa tahun 2013-2016. Juga pernah belajar di Pondok Pesantren Tahfizh Al-Qur'an Al-Imam Ashim. Lalu melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Program Keagamaan (MANPK) Kota Makassar tahun 2016-2019. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo tahun 2019-2024, Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah-Filsafat. Setelah selesai, ia melanjutkan ke tingkat pascasarjana di universitas dan jurusan yang sama. Pernah aktif menulis Fanspage "Ilmu Logika" di Facebook. Dan sekarang aktif dalam menulis buku. Aktif berorganisasi di Forum Kajian Baiquni (FK-Baiquni) dan menjadi Pemimpin Redaksi (Pemred) di Bait FK-Baiquni. Menjadi kru dan redaktur ahli di media Wawasan KKS (2020-2022). Juga menjadi anggota Anak Cabang di Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Pada umur ke-18 tahun, penulis memililki keinginan yang besar untuk mengedukasi banyak orang. Setelah membuat tulisan-tulisan di berbagai tempat, penulis ingin tulisannya mencakup banyak orang dan ingin banyak orang berkontribusi dalam hal pendidikan. Kemudian pada umurnya ke-19 tahun, penulis mendirikan komunitas bernama "Ruang Intelektual" yang bebas memasukkan pengetahuan dan ilmu apa saja; dari siapa saja yang berkompeten. Berminat dengan buku-buku sastra, logika, filsafat, tasawwuf, dan ilmu-ilmu lainnya.

RelatedPosts

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’
Tulisan Umum

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Oleh Dwi Amrah
26 September 2024
Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!
Tulisan Umum

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
4 Juli 2024
Nahi Mungkar, Ada Seninya!
Tulisan Umum

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Oleh Muhammad Said Anwar
21 Juni 2024
Esensi Berpikir dan Urgensinya
Tulisan Umum

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
12 Maret 2024
Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj
Tulisan Umum

Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj

Oleh Muhammad Naufal Nurdin
17 Februari 2024
Artikel Selanjutnya
Haruskah Kita Meniru Gaya Belajarnya Para Ulama?

Haruskah Kita Meniru Gaya Belajarnya Para Ulama?

Kenapa Manusia Mustahil Sempurna?

Kenapa Manusia Mustahil Sempurna?

Belajar itu Penting atau yang Penting Belajar?

Belajar itu Penting atau yang Penting Belajar?

KATEGORI

  • Adab Al-Bahts
  • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Biografi
  • Filsafat
  • Ilmu Ekonomi
  • Ilmu Firaq
  • Ilmu Hadits
  • Ilmu Kalam
  • Ilmu Mantik
  • Ilmu Maqulat
  • Karya Sastra
  • Matematika
  • Nahwu
  • Nukat
  • Opini
  • Penjelasan Hadits
  • Prosa Intelektual
  • Sejarah
  • Tasawuf
  • Tulisan Umum
  • Ushul Fiqh

TENTANG

Ruang Intelektual adalah komunitas yang dibuat untuk saling membagi pengetahuan.

  • Tentang Kami
  • Tim Ruang Intelektual
  • Disclaimer
  • Kontak Kami

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Daftar

Buat Akun Baru!

Isi Form Di Bawah Ini Untuk Registrasi

Wajib Isi Log In

Pulihkan Sandi Anda

Silahkan Masukkan Username dan Email Anda

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan