Ruang Intelektual
  • Login
  • Daftar
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video
Ruang Intelektual
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil

Kenapa Kita Ikut-Ikutan?

Oleh Muhammad Said Anwar
28 Mei 2022
in Tulisan Umum
Simbol Keagamaan, Kesucian yang Dihinakan
Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WA

Coba ingat-ingat, pernahkah Anda ikut-ikutan tepuk tangan ketika ada satu orang yang memulai tepuk tangan? Pernahkah Anda menyorak “huuu” kepada orang ketika ada seseorang yang memulai sorakan itu? Pernahkah Anda melihat demo rusuh gara-gara ada yang mulai melempar batu? Ya, pola berpikir ini sama persis dan ada di alam bawah sadar manusia.

Ada satu kajian yang membahas tentang membahas kecenderungan-kecenderungan manusia yang ada di alam bawah sadarnya yang bisa mempengaruhi dia mengambil keputusan. Namanya, bias kognitif. Itu salah satu kajian yang ada dalam logical fallacy. Ada yang menggolongkan sebagai pembahasan yang sama dengan sesat pikir lain, tanpa ada petak-petak tertentu, ada juga tidak.

Manusia punya namanya insting kerumunan (herd insting) yang menjadi naluri dasar yang mempengaruhi orang untuk menganggap sesuatu itu benar jika dilakukan oleh banyak orang. Mau bukti? Coba saja misalnya banyak orang yang tidur pagi. Ternyata, kebiasaan tidur pagi itu tidak hanya dilakukan oleh kalangan pelajar, tapi juga kalangan atas, seperti profesor, doktor, dan lain-lain. Coba sekali saja ingatkan orang bahwa tidur pagi bukanlah sesuatu yang baik. Jawaban apa yang muncul? Jawabannya adalah “Lah, itu sudah biasa. Orang-orang di sini udah biasa gitu. Coba lihat itu, orang hebat aja masih banyak yang tidur pagi kok”. Anda bisa uji ini kepada kebiasaan buruk lainnya yang dilakukan secara massal.

Atas dasar adanya insting kerumunan itu, akhirnya ikut-ikutan itu bisa terjadi. Ini disebut sebagai Social Proof. Saya membahas cara berpikir ini dengan dua bias kogniif lainnya di channel Youtube Ruang Intelektual, bagian bahas bukunya Dr. Fahruddin Faiz di episode 11. Tapi, saat tulisan ini dibuat, upload terakhir masih sampai episode 5. Nantikan saja uploadnya setiap hari Rabu.

Pintu Gerbang Ilusi Kenormalan

Pernahkah kita menganggap sesuatu itu normal? Ya, siapapun pernah merasakan hal itu. Ini disebabkan oleh adanya anggapan benar terhadap sesuatu yang dilakukan secara massal. Pokoknya, kalau banyak yang lakukan, maka sudah pasti benar. Padahal, menganggap sesuatu yang normal itu sebagai sesuatu yang benar atau menganggapnya sebagai tolak ukur kebenaran sebenarnya sudah termasuk dari sesat pikir yang disebabkan oleh bias kognitif.

Di tulisan-tulisan sosial media, ilusi kenormalan ini sering disebut dengan “normalisasi”. Misalnya ada kebiasaan buruk seperti pacaran dianggap biasa, dari anggapan biasa lalu dikatakan benar, jadilah ilusi kenormalan. Tapi, apa bedanya ilusi kenormalan dan social proof ini? Bedanya, kalau ilusi kenormalan itu mencakup sesuatu yang terasa normal secara individual. Sementara social proof itu kenormalan yang terjadi secara massal lalu dianggap benar.

Ingat dengan larangan orang tua dalam sembarangan bergaul karena nanti tertular? Ya, pola pikir seperti ini yang bekerja yang membuat orang tertular dengan kebiasaan tertentu. Tidak peduli apakah itu kebiasaan baik atau buruk. Puncaknya, ketika Anda sendiri berbeda dari yang lain. Misalnya, Anda sendirian pakai baju hitam, sedangkan yang lain pakai baju putih, tentu akan ada perasaan tidak enak. Ini reaksi dari social proof itu. Tentang ilusi kenormalan ini saya bahas khusus juga di Youtube episode 10. Jadi, stay tune saja.

BacaJuga

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Bisakah Jadi Tolak Ukur Kebenaran?

Ikut-ikutan bukanlah tolak ukur kebenaran, bukan juga tolak ukur kesalahan. Artinya, sejak awal memang ini perlu ditinjau dulu, apakah yang kita ikuti itu adalah kebenaran atau bukan? Karena yang dianggap benar itu ada dua kemungkinan, entah dia memang adalah kebenaran ataukah sesuatu yang keliru tapi dianggap benar. Ini berlaku juga kepada tren yang ada.

Jadi, kalau kita ketemu dengan sesuatu yang dilakukan secara massal, kita tidak boleh terburu-buru dalam ikut-ikutan. Bisa saja mereka yang salah tapi Anda yang benar kan? Atau bisa juga sebaliknya. Juga, kalau sendirian berbeda dari orang lain, jangan langsung minder begiu saja. Milikilah pendirian dalam hidup, sehingga kita memiliki jalan yang jelas. Kalaupun ternyata kita memiliki kesimpulan yang sama dengan orang lain, bukan berarti alasan kita memiliki kesimpulan itu karena orang lain berpendapat demikian.

Ya, kita harus waspada dengan naluri kita yang seperti ini karena dapat menghalangi kita melihat kebenaran sebagaimana adanya, tanpa dihalangi adanya eksekusi secara massal.

Tolak ukur kebenaran itu ada dua; korespondensi dan koherensi. Ini sudah disinggung oleh salah satu tulisan kawan saya.

Dalam Konteks Fikih dan Bermazhab

Tentu saja, akan ada mempertantangkan tulisan ini dengan ajaran dari para guru untuk mengikuti mazhab tertentu dalam beragama. Ini biasa diistilahkan dengan taklid. Tapi, kalau kita lebih jeli lagi, sebenarnya tidak bertentangan. Karena ikut-ikutan kepada imam mazhab dan kepada orang secara umum itu dua hal berbeda dan implikasinya juga berbeda. Tidak ada kontradiksi pada dua hal berbeda.

Imam mazhab ketika melahirkan suatu pendapat, mereka memiliki metode yang sangat runtut, ketat, dan objektif. Karena keberadaan metode ini, tentu apa yang mereka simpulkan itu lebih dekat dengan kebenaran kalaupun tidak sampai kepada kebenaran hakiki. Ini bisa menjadi standar dari kebenaran itu sendiri. Bedanya dengan orang secara umum, di sana tidak ada standar atau sesuatu yang bisa dijadikan sandaran untuk berpegang kepada kebenaran. Karena inilah kalau berbicara menurut konteks secara umum kita harus memiliki pendirian, prinsip, dan harus meninjau ulang apa yang diikuti oleh orang.

Jadi, dari dua hal yang serupa; sama-sama bisa dikatakan “ikut-ikutan” itu, ternyata berbeda. Satunya memiliki dasar yang kuat, sedangkan yang satunya lagi tidak. Justru kita tidak perlu lagi khawatir lagi kalau kita mengikuti pendapat ulama yang betulan ulama, bukan sekedar sebutan tanpa pengakuan dari ulama lain. Karena dengan mengikuti ulama, kita sudah berada di jalur yang aman. Yang berbahaya adalah mencoba menjadi independen layaknya mujtahid sementara kita tidak memiliki kapasitas di sana. Karena itu malahan bisa membuat kita sesat sendiri, alih-alih merdeka layaknya berbeda dengan orang secara umum.

Kalau berbicara masalah bidang keilmuan memang lazimnya bermazhab atau taklid kepada ahli adalah sesuatu yang biasa, bukanlah sesuatu yang dipermasalahkan. Karena dalam bidang ilmu butuh pendalaman tertentu. Sedangkan dalam masalah-masalah umum seperti tadi, tidak. Kita tidak bisa menentanng para ahli beitu saja tanpa ada dasar apapun. Ini sudah pernah saya bahas dalam salah satu tulisan yang telah lalu.

Wallahu a’lam

Muhammad Said Anwar

Muhammad Said Anwar

Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan. Mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) di MI MDIA Taqwa 2006-2013. Kemudian melanjutkan pendidikan SMP di MTs MDIA Taqwa tahun 2013-2016. Juga pernah belajar di Pondok Pesantren Tahfizh Al-Qur'an Al-Imam Ashim. Lalu melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Program Keagamaan (MANPK) Kota Makassar tahun 2016-2019. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo tahun 2019-2024, Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah-Filsafat. Setelah selesai, ia melanjutkan ke tingkat pascasarjana di universitas dan jurusan yang sama. Pernah aktif menulis Fanspage "Ilmu Logika" di Facebook. Dan sekarang aktif dalam menulis buku. Aktif berorganisasi di Forum Kajian Baiquni (FK-Baiquni) dan menjadi Pemimpin Redaksi (Pemred) di Bait FK-Baiquni. Menjadi kru dan redaktur ahli di media Wawasan KKS (2020-2022). Juga menjadi anggota Anak Cabang di Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Pada umur ke-18 tahun, penulis memililki keinginan yang besar untuk mengedukasi banyak orang. Setelah membuat tulisan-tulisan di berbagai tempat, penulis ingin tulisannya mencakup banyak orang dan ingin banyak orang berkontribusi dalam hal pendidikan. Kemudian pada umurnya ke-19 tahun, penulis mendirikan komunitas bernama "Ruang Intelektual" yang bebas memasukkan pengetahuan dan ilmu apa saja; dari siapa saja yang berkompeten. Berminat dengan buku-buku sastra, logika, filsafat, tasawwuf, dan ilmu-ilmu lainnya.

RelatedPosts

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’
Tulisan Umum

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Oleh Dwi Amrah
26 September 2024
Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!
Tulisan Umum

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
4 Juli 2024
Nahi Mungkar, Ada Seninya!
Tulisan Umum

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Oleh Muhammad Said Anwar
21 Juni 2024
Esensi Berpikir dan Urgensinya
Tulisan Umum

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
12 Maret 2024
Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj
Tulisan Umum

Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj

Oleh Muhammad Naufal Nurdin
17 Februari 2024
Artikel Selanjutnya
Si Paling Benar

Si Paling Benar

Efek Samping Kebiasaan Positif

Efek Samping Kebiasaan Positif

Jangan Menangis Untukku

Jangan Menangis Untukku

KATEGORI

  • Adab Al-Bahts
  • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Biografi
  • Filsafat
  • Ilmu Ekonomi
  • Ilmu Firaq
  • Ilmu Hadits
  • Ilmu Kalam
  • Ilmu Mantik
  • Ilmu Maqulat
  • Karya Sastra
  • Matematika
  • Nahwu
  • Nukat
  • Opini
  • Penjelasan Hadits
  • Prosa Intelektual
  • Sejarah
  • Tasawuf
  • Tulisan Umum
  • Ushul Fiqh

TENTANG

Ruang Intelektual adalah komunitas yang dibuat untuk saling membagi pengetahuan.

  • Tentang Kami
  • Tim Ruang Intelektual
  • Disclaimer
  • Kontak Kami

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Daftar

Buat Akun Baru!

Isi Form Di Bawah Ini Untuk Registrasi

Wajib Isi Log In

Pulihkan Sandi Anda

Silahkan Masukkan Username dan Email Anda

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan