Oke ready, action!!!
“Kamu ajak dia ke Cappadocia, Mas. It’s my dream, not her, Mas.” Cut! Itulah salah satu gambaran acting dari film meresahkan +62. Sementara di negeri kiblatnya para K-Pop, “All of Us are Dead”, ratusan orang rela berlagak kaku dan kikuk lalu menari-nari patah-patah bak Michael Jackson dan memangsa manusia. Padahal kenyataan zombie itu beneran ada, hanya saja mangsanya bukan manusia, tapi harta dan kehormatannya. Atau kisah perseteruan kakak beradik Eren dan Zeke Yeager dalam menangani nasib bangsa Eldia di tengah-tengah serangan Titan. Skip ada wibu!
Sejenak kita merenungi, saat ini kita tengah berhadapan dengan peristiwa atau kenyataan baik manis maupun pahit. Kita juga pernah merasakan cinta maupun duka, hati berseri maupun patah, jatuh bangun terlempar dan bangkit lagi. Semua yang terjadi bukanlah kebetulan. Ini skenario dari Sang Maha Sutradara. Ya, masing-masing dari kita adalah tokoh utama untuk film (kisah) kita sendiri. Sementara orang lain hanyalah pemeran pendukung. Naskah film kita sudah tertulis di lembaran skrip (Lauh Mahfuz), lalu para kameramen serta kru lainnya (Malaikat) sudah melaksanakan tugas mereka semenjak kita keluar dari rahim ibu. Ini adalah proyek film terbesar untuk kita yang akan dirilis dan ditonton banyak mata di bioskop terbesar (padang mahsyar). Setelah itu maka langsung dinilai, jika peran kita baik selama di film kita sendiri, maka akan diberi ganjaran yang baik pula berupa surga, pun sebaliknya.
Kemudian kita dihadapkan pada dua pilihan peran, menjadi protagonis atau antagonis. Tentunya kita tau, setiap pilihan punya resiko baik dan buruk. Memilih menjadi protagonis artinya harus siap menjadi pribadi yang sabar dan berakhlak, harus tabah dan kuat menghadapi segala macam konflik lahir maupun batin. Karena sebuah film atau cerita akan terasa hambar jika tidak ada konflik yang menguras emosi dan air mata. Sebut saja kisah Nabi Muhammad, yang dari kecil ditinggal wafat oleh orang tuanya, hingga berjuang mati-matian agar Islam tersebar di seluruh dunia. Meski harus bercucuran air mata, keringat dan darah. Itulah sebaik-baik film (kisah) yang pernah ada dalam sejarah manusia.
Ironi, banyak diantara orang-orang yang mencoba memilih peran protagonis namun gagal dalam “berakting” layaknya protagonis, bahkan berganti peran menjadi antagonis, seperti Joker, lalu dibuat parodinya dengan pesan “orang jahat lahir dari orang baik yang tersakiti”. Dogma yang sangat lucu bukan. Karena sejatinya orang baik yang tersakiti atau terzolimi justru menjadikannya semakin kuat dan tangguh menghadapi kezoliman, bukan jadi jahat dan psikopat.
Lantas apa yang menjadi tolak ukur menyadari peran kita saat ini? Apakah kita termasuk protagonis atau antagonis? Jawabannya ada di hati nurani kita.
Wallahu a’lam