Ruang Intelektual
  • Login
  • Daftar
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video
Ruang Intelektual
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil

Benarkah Karier itu Mengganggu Belajar?

Oleh Muhammad Said Anwar
28 Januari 2022
in Tulisan Umum
Benarkah Karier itu Mengganggu Belajar?
Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WA

Ada stereotip yang sering berdengung di telinga saya, terutama saat saya memulai karier sebagai seorang founder community, content creator, dan writter. Stereotip itu berbunyi “Lebih baik fokus belajar saja dulu, tidak usah pikirkan karier, bisnis, atau apalah. Sebab itu mengganggu pelajaran kita”. Bagi saya, itu sangat mengganggu jika itu disasarkan kepada target yang tidak pas. Juga jika ditujukan kepada diri saya, ini jujur saja, sangat mengganggu. Sebab, faktanya justru ada karier yang alih-alih mengganggu belajar, malahan dia menunjang belajar dan tidak keluar dari lingkaran produktif. Apakah ini berarti ungkapan itu salah?

Sebelum kita menyalahkan atau menyatakan apa-apa mengenai benar atau salah, ada dua kata kunci yang perlu kita jelaskan agar tidak kesalahpahaman. Pertama, karier. Kedua, belajar. Sebab, penghukuman kita tergantung seperti apa konsep yang kita bangun di awal mengenai kata kunci itu.

Apa itu Karier?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Karier adalah perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya. Dalam definisi yang tercantum, ada beberapa hal yang saya pahami. Pertama, karier adalah sebuah perkembangan yang melahirkan implikasi terhadap kehidupan, pekerjaan, dan lain-lain. Maka di sini tidak termasuk semua yang bukan pekerjaan seperti rebahan misalnya dalam kategori karier. Kedua, kemajuan yang melahirkan implikasi terhadap kehidupan, pekerjaan, dan lain-lain. Maka yang bukan kemajuan seperti tidak melakukan apa-apa, tidak termasuk karier. Ketiga, karier adalah sebuah perbuatan aktif, bukan yang pasif. Sebab, perkembangan dan kemajuan tidak tercapai kecuali dengan perbuatan yang aktif. Keempat, semua yang bisa membuat orang berkembang dan semakin maju yang berimplikasi terhadap kehidupan, pekerjaan, dan lain-lain, itu dikatakan karier. Jika tidak dapat memajukan dan mengemabangkan, maka tidak dapat disebut karier. Kelima, karier itu universal, mencakup pekerjaan. Pekerjaan sudah pasti karier, tapi karier belum tentu pekerjaan.

Selain itu, ada makna kedua dari karier yang tercantum dalam KBBI, yaitu pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju. Makna ini lebih khusus dibanding yang pertama. Sebab, di sini, karier itu dikonsepsikan sebagai “pekerjaan”. Maka yang bukan pekerjaan, tidak dikatakan karier. Itu ditambah lagi dengan qayyid atau pembatas makna, yakni “yang memberikan harapan untuk maju” yang berarti jika ada pekerjaan yang tidak memberikan harapan maju atau kerja hanya pada saat itu saja fungsinya, maka itu tidak dapat dikatakan karier. Kata “maju” di sini berarti tidak stagnan.

Dalam buku Your Job is Not Your Carrier, Rene’ Suhardono menegaskan kalau karier itu sepenuhnya milik kita. Sebab, karier itu adalah cita-cita, ambisi, dan tujuan hidup jangka panjang yang dimiliki seseorang dalam menekuni suatu bidang. Karier adalah keseluruhan proses hidup kita. Bisa dikatakan kalau karier itu sifatnya umum alias universal, sedangkan pekerjaan itu lebih khusus.

Hanya saja, kalau melihat kehidupan di sekitar, karier itu diidentikkan dengan pekerjaan saja. Tidak dikaitkan dengan cita-cita, visi-misi, tujuan hidup, harapan kedepannya dan lain-lain. Ini disebabkan identisasi itu dilakukan secara berulang-ulang dan massal. Sehingga terbentuklah satu makna tertentu ketika disebutkan kata “karir” yang tidak lain dimaksudkan adalah pekerjaan. Tapi kebiasaan ini tidak berlaku secara mutlak.

Apa itu Belajar?

BacaJuga

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Dalam KBBI, ada tiga makna. Pertama, berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Kedua, berlatih. Ketiga, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Di sini kita perlu menjelaskan satu demi satu makna yang ada ini.

  1. Makna Pertama

Pada makna ini, ada dua poin yang perlu digarisbawahi di sini. Pertama, belajar adalah usaha. Dan ini adalah bagian inti atau ‘umdah dalam belajar pada makna yang ini. Kalau bukan usaha, maka tidak bisa dikatakan belajar. Kedua, memperoleh kepandaian atau ilmu. Bagian ini tidak akan didapatkan jika tidak melalui “usaha”. Kemudian kepandaian itu keadaan saat pandai. Sedangkan pandai sendiri itu mahir, berilmu, sanggup, cerdas, pintar, cakap, dan terampil.

Sedangkan ilmu, ada tiga makna yang dijelaskan oleh para ulama. Pertama, Al-Idrâk. Kedua, Al-Masâ’il. Ketiga, Al-Malakah. Untuk yang pertama, ilmu adalah pengetahuan kita tentang sesuatu apa adanya. Sedangkan yang kedua, ilmu adalah pengetahuan tentang kumpulan teori atau pembahasan tertentu. Adapun yang ketiga, ilmu adalah kemampuan manusia yang mendarah-daging dalam dirinya.

Ketika dikatakan “belajar”, jika dirincikan pada makna pertama ini, ada tiga konotasi yang muncul. Pertama,  usaha untuk mendapatkan pengetahuan apapun. Ini makna yang umum. Jalan-jalan untuk mengetahui situs sejarah juga dinamakan belajar jika memakai makna yang ini. Kedua, usaha untuk mendapatkan (mengetahui) teori dan permasalahan yang ada dalam suatu fan. Konsekuensinya, jalan-jalan untuk mengetahui situs sejarah, tidak disebut belajar. Karena, mengetahui situs sejarah itu tidak memberikan teori dan pembahasan tertentu. Di sinilah belajar diidentikkan dengan akademik; seperti sekolah, kuliah, dan lain-lain, dan keilmuan tertentu. Ketiga, usaha untuk mencapai kemampuan atau skill tertentu yang mendarah-daging. Jika belajar hanya sekedar membaca atau mengetahui hal-hal umum saja, maka itu tidak dikatakan belajar. Nanti ketika memiliki tujuan membentuk kemampuan tertentu dalam diri, baru disebut dengan belajar.

  1. Makna Kedua

Pada bagian ini, belajar hanya disebut berlatih saja. Apapun hasilnya, selama dia berupa latihan, maka dia termasuk belajar. Jika ada orang berlatih untuk berenang, maka dia disebut belajar. Ketika ada yang berlatih jalan, maka dia disebut dengan belajar, belajar jalan. Ini mirip dengan makna pertama bagian ketiga bahwa orang belajar itu berusaha mendapatkan kemampuan atau skill tertentu. Bedanya, jika makna pertama meniscayakan adanya tujuan, maka yang kedua masih menyebut belajar terhadap suatu latihan yang seandainya tidak memiliki tujuan. Sedangkan yang pertama, tidak menyebutnya sebagai belajar.

  1. Makna Ketiga

Makna ketiga ini, lebih khusus kepada perubahan tingkah laku dan pola pikir yang dipengaruhi oleh pengalaman atau kejadian yang telah lewat. Ini juga merujuk kepada bagian ketiga yang ada di makna pertama, hanya lebih khusus pada dua aspek saja, yakni perubahan pola pikir dan tingkah laku. Ini masuk di bagian parsialnya al-malakah. Sebab, pola pikir dan tingkah laku kita berada di alam bawah sadar dan tergolong sebagai kemampuan yang mendarah-daging. Kemudian ditambah dengan “pengalaman atau kejadian yang telah lewat” yang berarti sebab perubahan itu terletak pada pengalaman atau kejadian yang telah lewat. Dalam kehidupan sehari-hari, belajar ini diidentikkan dengan ungkapan “Belajar dari sejarah atau kejadian” atau lebih khusus “Belajar dari kesalahan”. Lalu dari belajar itulah yang akan mempengaruhi pola pikir atau tingkah laku kita. Tapi, pada kata “perubahan” tidak dijelaskan apakah perubahan ini positif atau negatif, sehingga masih mencakup perubahan secara negatif itu.

Antara Karier dan Belajar, Benarkah Tidak Senafas?

Dari sekian banyak makna yang ada, kita perlu menguji kembali, ketika orang mengatakan “Karier itu mengganggu belajar” itu makna seperti apa. Sebab, dalam narasi seperti itu, memiliki satu kelaziman: karier dan belajar itu tidak senafas dan saling bertolakbelakang. Untuk menentukan dua hal itu apakah bertentangan atau tidak, di sini ada beberapa kemungkinan:

  1. Ketika disebutkan karier dan makna yang dimaksud adalah makna yang pertama yakni perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan dan pekerjaan dan lain-lain sedangkan ketika disebut belajar adalah usaha mendapatkan pengetahuan apapun, maka karier itu tidak menghalangi belajar. Sebab, dalam konteks ini, belajar adalah karier juga. Buktinya, ketika kita belajar, maka secara karier juga dianggap. Sebab, ketika kita belajar, saat itu juga kita sedang dalam proses berkemajuan dan berkembang yang pastinya memberikan implikasi yang besar terhadap hidup kita.
  2. Ketika disebutkan karier dan makna yang dimaksud adalah makna yang pertama (sama dengan poin pertama), sedangkan yang dimaksud dengan belajar adalah usaha untuk mendapatkan (mengetahui) teori dan pembahasan tertentu, maka karier juga tidak bertentangan dengan belajar. Sebab, belajar itu justru menjadi karier juga bagi kita. Buktinya, dengan mengetahui teori dan beberapa permasalahan, maka kita berkembang dan memiliki kemajuan dalam aspek tertentu dan tentunya memberikan implikasi dalam kehidupan.
  3. Ketika disebutkan karier dan yang dimaksud adalah makna yang pertama (sama dengan poin pertama), sedangkan ketika disebutkan belajar itu yang dimaksud adalah usaha untuk mendapatkan suatu kemampuan atau skill, maka tidak bertentangan. Sebab, usaha untuk mendapatkan suatu kemampuan atau skill itu adalah sebuah peningkatan dan kemajuan. Ini sejalan dengan yang diinginkan oleh makna karier itu. Begitu juga makna kedua dalam belajar yaitu berlatih. Dia juga sejalan dengan karier.
  4. Ketika disebutkan karier dan yang dimaksud adalah makna yang pertama (sama dengan poin pertama), sedangkan ketika disebutkan belajar itu yang dimaksud adalah perubahan pola pikir dan tingkah laku yan disebabkan peristiwa dan kejadian di masa lalu, maka ada dua kemungkinan. Kemugkinan pertama, perubahannya positif. Kedua, perubahannya negatif. Jika yang dimaksud yang pertama, maka dia sejalan dengan karier. Jika yang kedua, maka tidak. Sebab, bertentangan dengan “perkembangan dan kemajuan”.
  5. Ketika disebukan karier dan yang dimaksud adalah pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju, sedangkan ketika disebutkan belajar lalu makna yang dimaksud adalah usaha mendapatkan pengetahuan apapun, maka di sini karier dan belajar ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, ada usaha untuk mendapatkan pengetahuan dari pekerjaan itu. Kemungkinan kedua, tidak ada usaha untuk mendapatkan pengetahuan dari pekerjaan itu. Jika kemungkinan pertama, maka bisa dikatakan belajar dan karier itu senafas. Jika kemungkinan kedua, tidak.
  6. Ketika disebukan karier dan yang dimaksud adalah pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju, sedangkan ketika disebutkan belajar lalu makna yang dimaksud adalah usaha untuk mendapatkan (mengetahui) teori atau pembahasan dari suatu masalah, maka di sini ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, ada usaha untuk mendapatkan teori dan pembahasan tertentu dari pekerjaan itu. Kemungkinan kedua, tidak ada usaha untuk mendapatkan teori atau pembahasan dari pekerjaan itu. Jika yang dimaksud adalah kemungkinan pertama, maka karier dan belajar itu sejalan. Jika kemungkinan kedua, tidak.

Sebenarnya masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa muncul jika kita mencocokkan konsep satu sama lain yang ujung-ujungnya bertumpu pada dua opsi saja: Senafas atau tidak. Dan yang dimaksud dengan stereotip yang saya sebutkan di awal adalah kemungkinan keenam ini. Sebab, karier diidentikkan untuk suatu pekerjaan dan belajar diidentikkan dengan proses akademik yang membatasi makna belajar itu sendiri, yaitu terbatas pada mengetahui teori dan pembahasan tertentu saja.

Kemudian, ketika kita fokus pada bagian keenam, kita lihat ada dua kemungkinan, pertama mengatakan sejalan dan kedua mengatakan tidak. Artinya, jika karier atau pekerjaan itu tidak mendukung proses akademik, maka saat itulah belajar dianggap tidak senafas dengan karier. Tapi, kalau melihat realita, sebenarnya tidak sebatas dua opsi itu saja. Ada opsi ketiga, yaitu karier yang menunjang proses akademik itu, seperti menjadi penulis, konten kreator, dan lain-lain. Dalam artian, tulisan atau konten itu memuat pelajaran-pelajaran yang ada di sekolah atau kampus kita. Anggaplah karier itu tidak menambah pengetahuan baru, tapi ada satu hal yang pasti, meningkatkan kualitas pengetahuan yang kita miliki selama ini. Sebab, semakin sering pengetahuan itu diulang apalagi plus dibagi ke orang lain, maka kualitas pengetahuan kita semakin bertambah.

Jadi, jika ditanyakan apakah karier itu mengganggu belajar dalam artian keduanya saling bertentangan, itu tergantung konsep seperti apa yang kita bangun dan makna apa yang kita maksud. Karena, pertentangan itu tidak terjadi pada bentuk kata itu (syakl al-kalimah), tapi terjadi pada benturan dua konsep yang menyebabkan keduanya tidak bisa saling beriringan, alias tabâyun.

Wallahu a’lam.

Muhammad Said Anwar

Muhammad Said Anwar

Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan. Mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) di MI MDIA Taqwa 2006-2013. Kemudian melanjutkan pendidikan SMP di MTs MDIA Taqwa tahun 2013-2016. Juga pernah belajar di Pondok Pesantren Tahfizh Al-Qur'an Al-Imam Ashim. Lalu melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Program Keagamaan (MANPK) Kota Makassar tahun 2016-2019. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo tahun 2019-2024, Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah-Filsafat. Setelah selesai, ia melanjutkan ke tingkat pascasarjana di universitas dan jurusan yang sama. Pernah aktif menulis Fanspage "Ilmu Logika" di Facebook. Dan sekarang aktif dalam menulis buku. Aktif berorganisasi di Forum Kajian Baiquni (FK-Baiquni) dan menjadi Pemimpin Redaksi (Pemred) di Bait FK-Baiquni. Menjadi kru dan redaktur ahli di media Wawasan KKS (2020-2022). Juga menjadi anggota Anak Cabang di Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Pada umur ke-18 tahun, penulis memililki keinginan yang besar untuk mengedukasi banyak orang. Setelah membuat tulisan-tulisan di berbagai tempat, penulis ingin tulisannya mencakup banyak orang dan ingin banyak orang berkontribusi dalam hal pendidikan. Kemudian pada umurnya ke-19 tahun, penulis mendirikan komunitas bernama "Ruang Intelektual" yang bebas memasukkan pengetahuan dan ilmu apa saja; dari siapa saja yang berkompeten. Berminat dengan buku-buku sastra, logika, filsafat, tasawwuf, dan ilmu-ilmu lainnya.

RelatedPosts

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’
Tulisan Umum

Nabi dan Ayat: Laisa Kamitslihi Syai’

Oleh Dwi Amrah
26 September 2024
Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!
Tulisan Umum

Masisir, Jangan Sampai Tergelincir!

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
4 Juli 2024
Nahi Mungkar, Ada Seninya!
Tulisan Umum

Nahi Mungkar, Ada Seninya!

Oleh Muhammad Said Anwar
21 Juni 2024
Esensi Berpikir dan Urgensinya
Tulisan Umum

Esensi Berpikir dan Urgensinya

Oleh Abdul Mughni Mukhtar
12 Maret 2024
Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj
Tulisan Umum

Dimensi Rasional Isra’ Mi’raj

Oleh Muhammad Naufal Nurdin
17 Februari 2024
Artikel Selanjutnya
Kita Semua Sedang Syuting

Kita Semua Sedang Syuting

Adakah Cara Belajar Paling Efektif?

Adakah Cara Belajar Paling Efektif?

Prosa Intelektual; tentang Kembalinya Jurnalis Amatir

Prosa Intelektual; tentang Kembalinya Jurnalis Amatir

KATEGORI

  • Adab Al-Bahts
  • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Biografi
  • Filsafat
  • Ilmu Ekonomi
  • Ilmu Firaq
  • Ilmu Hadits
  • Ilmu Kalam
  • Ilmu Mantik
  • Ilmu Maqulat
  • Karya Sastra
  • Matematika
  • Nahwu
  • Nukat
  • Opini
  • Penjelasan Hadits
  • Prosa Intelektual
  • Sejarah
  • Tasawuf
  • Tulisan Umum
  • Ushul Fiqh

TENTANG

Ruang Intelektual adalah komunitas yang dibuat untuk saling membagi pengetahuan.

  • Tentang Kami
  • Tim Ruang Intelektual
  • Disclaimer
  • Kontak Kami

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Daftar

Buat Akun Baru!

Isi Form Di Bawah Ini Untuk Registrasi

Wajib Isi Log In

Pulihkan Sandi Anda

Silahkan Masukkan Username dan Email Anda

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan