Ruang Intelektual
  • Login
  • Daftar
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video
Ruang Intelektual
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil

Kalau Agama itu Rasional, Kenapa Konsep Akhirat Tidak Masuk Akal?

Oleh Muhammad Said Anwar
2 Oktober 2023
in Ilmu Kalam
Kalau Agama itu Rasional, Kenapa Konsep Akhirat Tidak Masuk Akal?

Source: https://www.pexels.com/id-id/foto/bunga-bunga-diinjak-injak-hancur-kematian-2009/

Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WA

Suatu hari, saya menonton pertandingan antara Portugal dan Denmark tahun 2011 saat momen Kualifikasi Euro 2012. Dalam pertandingan itu, Portugal sudah ada di ambang kekalahan. Bagaimana tidak, pada menit 90 Portugal hampir menyerah pada skor 1-2.

Uniknya, saat menit 90+2, keajaiban terjadi. Pada momen tendangan bebas, para pemain Denmark memasang pagar betis terbaiknya untuk menghadang detik kritis itu. Namun, tendangan yang mereka mau hadang adalah tembakan dari seorang Cristiano Ronaldo. Dari jarak 30 meter dari gawang, usaha Denmark sia-sia. Tendangan indah itu dengan mudahnya menembus gawang dan terjadilah gol yang membuat skor imbang.

Pasca kejadian itu, banyak orang yang berkomentar bahwa Ronaldo mencetak gol yang tidak masuk akal. Karena biasanya, gol dalam menit kritis seperti itu, hampir tidak pernah bahkan mustahil untuk terjadi. Tapi, kalau kita mau pikir sekali lagi, apakah gol yang disebut mustahil itu terjadi? Iya, seluruh dunia menyaksikan itu. Kenapa disebut mustahil? Karena menurut kebiasaan, gol seperti itu tidak akan terjadi. Kalaupun terjadi, maka itu di luar kebiasaan.

Dalam ilmu kalam, hal mustahil yang terjadi pada sosok Ronaldo yang menggemparkan dunia sepak bola dunia, khususnya Portugal, disebut dengan mustahîl ‘adiy. Kenapa disebut mustahîl ‘adiy? Karena menurut kebiasaan, hal itu tidak mungkin terjadi. Tapi, kalaupun itu terjadi, tidak ada masalah. Namun, tetap dinamakan mustahil. Tidak ada yang bertentangan dengan hukum akal.

Tapi, ada jenis mustahil lain yang tidak banyak dilirik orang. Inilah mustahil yang hakiki. Disebut mustahil dan tidak mungkin terjadi. Seperti terhimpunnya dua hal yang bertentangan, hidup sekaligus tidak hidup, hitam sekaligus tidak hitam, dan lain sebagainya. Ini disebut mustahîl ‘aqliy.

Sampai di sini, perbedaan antara mustahîl ‘adiy dan mustahîl ‘aqliy itu ada pada kemungkinan terjadinya. Mustahîl ‘adiy itu mungkin terjadi, sedangkan mustahîl ‘aqliy tidak mungkin terjadi. Persamaannya, keduanya tidak biasa terjadi. Seperti tendangan indah Ronaldo tadi, hal itu tidak biasa terjadi. Ini tergolong mustahîl ‘adiy. Begitu juga dengan terhimpunnya dua hal yang bertentangan, itu juga tidak biasa terjadi. Untuk membaca dengan lengkap terkait dua istilah “setan” ini, silahkan akses tulisan ini.

Apakah “tidak biasa terjadi” itu meniscayakan mungkin terjadi? Tidak juga. Tidak biasa itu mencakup hal yang mungkin dan mustahil terjadi. Tapi, hal mustahil terjadi, pasti tidak biasa terjadi. Kira-kira kalau kita jadikan sebuah diktum, akan berbunyi: “Sesuatu yang tidak biasa terjadi belum tentu tidak mungkin terjadi, tapi sesuatu yang tidak mungkin terjadi, pasti tidak biasa terjadi.” Dalam ilmu mantik, ini disebut ‘umȗm wa khusȗs muthlaq (Baca: Keterkaitan Dua Kulliy).

Tapi, kenapa orang mengatakan konsep akhirat itu tidak masuk akal? Sebenarnya, jawabannya sangat sederhana. Jika Anda memahami dengan baik penjelasan saya, maka jangankan merasionalisasikan konsep akhirat, masalah mukjizat, kenabian, jin, malaikat, dan masalah gaib lainnya akan mungkin Anda lakukan.

BacaJuga

Madrasah kalam Imam Al-Sanusi

Ilmu Akidah untuk Pemula; Kebaruan Alam (Bag. 4)

Ilmu Akidah untuk Pemula; Hukum Akal (Bag. 3)

Ilmu Akidah untuk Pemula; Kewajiban Pertama (Bag. 2)

Jadi begini, akhirat itu disebut tidak masuk akal karena dipandang sebagai konsep yang tidak biasa dan berbeda dengan konsep kehidupan yang kita jalani. Begitu juga mukjizat, dianggap sebagai sesuatu mustahil karena dilihat sebagai hal yang tidak mungkin terjadi dalam kehidupan kita. Seperti yang dikatakan Imam Al-Sanusi, umumnya orang tidak bisa membedakan mana mustahîl ‘adiy dan mustahîl ‘aqliy, sehingga mustahilnya akhirat itu sama dengan mustahil menyatunya dua hal yang bertentangan itu. Anehnya, justru orang-orang pada umumnya bisa membedakan kemustahilan gol yang dicetak sama Ronaldo dan kemustahilan menyatunya dua hal yang bertentangan.

Tapi, saya mau bertanya. Adakah di antara konsep akhirat, malaikat, mukjizat, dan lain sebagainya bertentangan dengan hukum akal? Apakah ada kontradiksi yang terdapat di sana? Jawabannya, tidak.

Kalaupun Anda mengatakan itu hal tidak masuk akal, karena di dunia itu terjadi kematian dan di sana tidak terjadi kematian, maka anda terjebak dalam analogi yang tidak apple to apple atau bahasa para ahli mantik, qiyâs ma’a al-fâriq. Begini, apa yang Anda rumuskan dari kehidupan dunia ini hanyalah terjemahan Anda berdasarkan pengamatan empiris. Artinya begini, ketika Anda mengatakan bahwa kehidupan itu pasti memiliki akhir yang disebut dengan kematian, itu merupakan hukum yang berbasis pada metode induksi. Paham ga sih?

Saya sederhanakan lagi, misalnya saya ini jomblo. Saya menderita karena kejombloan saya. Kemudian, ada teman saya datang dengan wajah murung. Kalau melihat ekspresinya, sepertinya dia dihantam dengan penderitaan tertentu. Saat saya tanya “Kamu kenapa?” dia menjawab kalau dia juga jomblo. Datang lagi teman saya yang lainnya, dia juga murung. Ditanya juga “Kamu kenapa?” dia jawab “Saya jomblo”. Begitu seterusnya. Hasil pengamatan saya melihat bahwa orang-orang menderita itu karena jomblo. Akhirnya, dari deretan sampel yang dalam hal ini adalah teman-teman saya sendiri teramati sebagai kawanan yang menderita akibat kejombloan, akhirnya saya simpulkan “Semua orang menderita itu karena jomblo”. Penyimpulan dengan menggeneralisasi sampel terbatas inilah yang disebut dengan induksi.

Tapi, kalau kita mau tilik secara mendalam lagi, apakah mungkin saja ada orang yang tidak menderita bukan karena jomblo? Jawabannya mungkin saja. Bisa saja ada orang yang terjebak dalam hubungan toxic. Dalam hubungan itu, bawaannya hanya penderitaan terus menerus. Jika ditanya, dia jomblo atau tidak? Tidak juga. Dia ada dalam hubungan. Hanya saja, toxic. Dia tidak mendapatkan kebahagiaan yang dia cari. Berarti, kesimpulan bahwa semua orang menderita karena kejombloan itu sifatnya tidak mutlak, karena hanya berdasarkan pengamatan empiris dan sampel yang terbatas. Ini diistilahkan dengan istiqrâ’ nâqish dalam mantik modern.

Kita tarik dalam kehidupan lagi, hukum yang menyatakan “Kehidupan yang diakhiri dengan kematian” ini berasal dari pengamatan empiris kan? Di mana-mana kita lihat ketika orang sudah mencapai ajalnya, ya sudah. Sesegera mungkin, dia pindah alam. Tapi, kalau kita mau menggunakan daya akal sehat sedikit saja, mari kita bertanya, mungkinkah ada kehidupan yang tidak memiliki akhir? Untuk menjawab iya atau tidak, kita bertanya lagi, anggaplah kehidupan seperti itu ada. Apakah bertentangan dengan hukum akal sehat? Jika dikatakan kontradiksi, apa buktinya? Kontadiksi dengan apa? Apakah memenuhi syarat kontradiksi? Tidak juga. Dikatakan kontradiksi, tidak. Tidak ada yang bertentangan juga dengan hukum akal. Maka, itu dimungkinkan oleh akal.

Kenapa disebut dengan perbandingan yang tidak apple to apple? Karena analogi seperti itu lahir dari barometer yang salah. Ibaratnya mau mengukur berat badan, tapi pakai termometer. Masalahnya, dia mau mengukur akhirat menggunakan hukum kebiasaan yang ada di dunia. Analogi seperti ini tidak sah. Kenapa? Sampel yang digunakan memiliki standar dan substansi yang berbeda. Dunia punya hukum sendiri, akhirat juga demikian. Saya tidak katakan keduanya memiliki hukum yang berbeda 100%, tidak juga sama 100%.

Bahkan, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa hukum dunia empiris yang dirumuskan dalam bentuk teori itu sendiri tidak mutlak. Itu dibuktikan dengan beberapa penelitian sains modern yang membuat ilmuwan kaget, karena dunia kuantum sendiri memiliki hukum fisika yang berbeda dari kehidupan dunia. Kalau keberadaan “hukum lain” dan nyeleneh dari kebiasaan itu dimungkinkan, apa alasan kita mengatakan ada hukum berbeda yang berlaku di alam akhirat itu?

Sekarang, akal sudah memungkinkan itu. Tapi, kaidah rasional mengatakan: “Jika sesuatu itu terberatkan, maka harus ada sesuatu yang menjadi pemberatnya” (Tarjîh al-syai’ la budda lahu min murajjih). Artinya begini, ketika akal sudah memungkinkan ada entitas yang bernama akhirat, apa bukti kalau akhirat itu bukan hanya sekadar kemungkinan, tapi dia sesuatu yang benar-benar ada? Tidak mungkin kita hanya main percaya kepada sesuatu jika asasnya hanya kemungkinan. Membayangkan matahari ada lima dalam tata surya kita juga berdasar kemungkinan. Tapi, apakah terjadi? Tidak. Yang terjadi itu hanya satu, karena ada buktinya. Sekarang, apakah keberadaan akhirat memiliki bukti?

Untuk membuktikan yang namanya akhirat itu, perlu kita catat bahwa yang namanya pembuktian itu tidak harus menggunakan sampel empiris. Ini yang membedakan kita dengan metode sains yang berkutat pada sampel materil.

Ulama kita memiliki metode luzȗm bi ma’na al-akhash (Baca: luzum) untuk membuktikan konsekuensi logis dari konsep metafisik dalam agama. Cara yang saya maksud, tidak jauh-jauh dari metode berdebat dengan ateis yang pernah saya ulas  dalam salah satu tulisan secara singkat itu. Kita tidak fokus membuktikan akhirat sebagai eksistensi empiris-materil, tapi keberadaan akhirat itu terbukti sebagai konsekuensi logis dari sumber yang kebenarannya terverifikasi.

Seandainya mitra debat kita adalah orang ateis, maka titik perdebatannya dimulai dari membuktikan eksistensi Tuhan dan para nabi dulu. Kemudian, mengafirmasi metodologi ilmiah dalam mengeksplor teks suci (nash). Dan seterusnya. Beda jika ada orang percaya Tuhan, percaya Nabi, tapi tidak percaya akhirat. Tugas kita hanya membuktikan secara detail dan rasional tentang kebenaran data yang bersumber dari Nabi.

Jangan salah, metode yang disusun para ulama hadis dalam memverifikasi informasi itu semuanya bisa dibuktikan secara rasional. Misalnya, dalam mengetahui informasi yang benar itu harus memiliki lima syarat, seperti transmisi informasinya terhubung (muttashil sanad), oknum yang menyampaikan informasi harus terkonfirmasi bisa dipercaya (‘adl), kekuatan akurasi dalam menyampaikan informasi itu harus tinggi (tam al-dhabt), dari segi substansi informasi ia tidak boleh cacat (ghairu mu’allalah), dan substansi informasi itu tidak boleh melabrak kaidah umum dalam agama yang juga berangkat dari informasi yang lebih kuat (ghairu syadz). Kira-kira, kalau kita tarik ke dalam konteks kehidupan, apakah rasional jika kita menolak informasi yang memiliki lima kriteria itu? Tentu tidak. Karena informasi yang memenuhi kelima syarat itu, apalagi diperkuat dengan kekuatan jalur transmisi yang sangat banyak sampai para oknum tidak bisa bersepakat berdusta (mutawâtir), mustahil salah. Hal ini bisa kita buktikan secara detail dan rasional dalam tulisan terpisah. Semoga ada waktu untuk itu.

Jadi, rasionalitas akhirat itu bisa dipertanggungjawabkan dengan membuktikan transmisi informasinya bahwa itu tidak mungkin salah. Seperti membuktikan bahwa sumber itu tidak bisa berbohong. Karena kalau dia bohong dia pasti bukan Nabi dan tidak dipercaya lagi. Lalu, jalur transmisinya juga bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, seperti mengkaji para perawi secara mendetail, lalu akhirnya informasi itu sampai kepada kita dengan substansi yang utuh, persis dengan yang ada pada diri Nabi. Setelah melewati alur pembuktian panjang seperti itu, mau tidak mau akan lahir konsekuensi bahwa apa yang datang dari Nabi maka pasti benar. Sebagai konsekuensi logis dari diktum tersebut adalah akhirat juga keberadaannya akan ada dan disaksikan oleh seluruh manusia.

Perlu digarisbawahi bahwa agama yang dimaksud adalah agama Islam. Karena metode verifikasi seperti itu, ada di agama Islam. Tentu, pembuktian seperti ini tidak menciderai, bahkan melecehkan akal. Tapi, mengangkat rasionalitas dalam internal Islam itu sendiri. Wong, dasar beriman saja tidak boleh taklid, bahkan Islam melarang kita beriman seperti orang buta yang manut-manut saja. Saya tidak tahu, apakah agama lain memiliki metode serupa atau lebih kuat atau tidak. Yang jelas, setiap jengkal dalam doktrin akidah Islam, bisa dipertanggungjawabkan secara rasional.

Wallahu a’lam

Muhammad Said Anwar

Muhammad Said Anwar

Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan. Mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) di MI MDIA Taqwa 2006-2013. Kemudian melanjutkan pendidikan SMP di MTs MDIA Taqwa tahun 2013-2016. Juga pernah belajar di Pondok Pesantren Tahfizh Al-Qur'an Al-Imam Ashim. Lalu melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Program Keagamaan (MANPK) Kota Makassar tahun 2016-2019. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo tahun 2019-2024, Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah-Filsafat. Setelah selesai, ia melanjutkan ke tingkat pascasarjana di universitas dan jurusan yang sama. Pernah aktif menulis Fanspage "Ilmu Logika" di Facebook. Dan sekarang aktif dalam menulis buku. Aktif berorganisasi di Forum Kajian Baiquni (FK-Baiquni) dan menjadi Pemimpin Redaksi (Pemred) di Bait FK-Baiquni. Menjadi kru dan redaktur ahli di media Wawasan KKS (2020-2022). Juga menjadi anggota Anak Cabang di Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Pada umur ke-18 tahun, penulis memililki keinginan yang besar untuk mengedukasi banyak orang. Setelah membuat tulisan-tulisan di berbagai tempat, penulis ingin tulisannya mencakup banyak orang dan ingin banyak orang berkontribusi dalam hal pendidikan. Kemudian pada umurnya ke-19 tahun, penulis mendirikan komunitas bernama "Ruang Intelektual" yang bebas memasukkan pengetahuan dan ilmu apa saja; dari siapa saja yang berkompeten. Berminat dengan buku-buku sastra, logika, filsafat, tasawwuf, dan ilmu-ilmu lainnya.

RelatedPosts

Madrasah kalam Imam Al-Sanusi
Ilmu Kalam

Madrasah kalam Imam Al-Sanusi

Oleh N. Arifin. H.
29 Desember 2024
Ilmu Akidah untuk Pemula; Kebaruan Alam (Bag. 4)
Ilmu Kalam

Ilmu Akidah untuk Pemula; Kebaruan Alam (Bag. 4)

Oleh Muhammad Said Anwar
23 September 2024
Ilmu Akidah untuk Pemula; Hukum Akal (Bag. 3)
Ilmu Kalam

Ilmu Akidah untuk Pemula; Hukum Akal (Bag. 3)

Oleh Muhammad Said Anwar
20 September 2024
Ilmu Akidah untuk Pemula; Kewajiban Pertama (Bag. 2)
Ilmu Kalam

Ilmu Akidah untuk Pemula; Kewajiban Pertama (Bag. 2)

Oleh Muhammad Said Anwar
17 September 2024
Ilmu Akidah untuk Pemula; Pendahuluan (Bag. 1)
Ilmu Kalam

Ilmu Akidah untuk Pemula; Pendahuluan (Bag. 1)

Oleh Muhammad Said Anwar
4 September 2024
Artikel Selanjutnya
Adakah Cara Belajar Paling Efektif?

Apa itu I’tibariy Intiza’iy dan Ikhtira’iy?

Apa itu Al-Ma’qulat Al-Awwaliyyah dan Al-Ma’qulat Al-Tsaniyyah?

Apa itu Al-Ma’qulat Al-Awwaliyyah dan Al-Ma’qulat Al-Tsaniyyah?

Cara Menguji Keilmuan dan Hafalan ala Syekh Fauzi Konate

Cara Menguji Keilmuan dan Hafalan ala Syekh Fauzi Konate

KATEGORI

  • Adab Al-Bahts
  • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Biografi
  • Filsafat
  • Ilmu Ekonomi
  • Ilmu Firaq
  • Ilmu Hadits
  • Ilmu Kalam
  • Ilmu Mantik
  • Ilmu Maqulat
  • Karya Sastra
  • Matematika
  • Nahwu
  • Nukat
  • Opini
  • Penjelasan Hadits
  • Prosa Intelektual
  • Sejarah
  • Tasawuf
  • Tulisan Umum
  • Ushul Fiqh

TENTANG

Ruang Intelektual adalah komunitas yang dibuat untuk saling membagi pengetahuan.

  • Tentang Kami
  • Tim Ruang Intelektual
  • Disclaimer
  • Kontak Kami

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Daftar

Buat Akun Baru!

Isi Form Di Bawah Ini Untuk Registrasi

Wajib Isi Log In

Pulihkan Sandi Anda

Silahkan Masukkan Username dan Email Anda

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Ilmu Bahasa Arab
    • Nahwu
    • Sharaf
    • Balaghah
    • ‘Arudh
    • Qafiyah
    • Fiqh Lughah
    • Wadh’i
  • Ilmu Rasional
    • Ilmu Mantik
    • Ilmu Maqulat
    • Adab Al-Bahts
    • Al-‘Umȗr Al-‘Ammah
  • Ilmu Alat
    • Ulumul Qur’an
    • Ilmu Hadits
    • Ushul Fiqh
  • Ilmu Maqashid
    • Ilmu Kalam
    • Ilmu Firaq
    • Filsafat
    • Fiqh Syafi’i
    • Tasawuf
  • Ilmu Umum
    • Astronomi
    • Bahasa Inggris
    • Fisika
    • Matematika
    • Psikologi
    • Sastra Indonesia
    • Sejarah
  • Nukat
    • Kitab Mawaqif
  • Lainnya
    • Biografi
    • Penjelasan Hadits
    • Tulisan Umum
    • Prosa Intelektual
    • Karya Sastra
    • Ringkasan Buku
    • Opini
    • Koleksi Buku & File PDF
    • Video

© 2024 Karya Ruang Intelektual - Mari Berbagi Pengetahuan